Breaking News

Cut Nyak Meutia Rencong Dalam Sunyi

Cut Meutia. foto: Good news from Indonesia

Puisi Esai LK Ara

Siapakah perempuan yang namanya ditulis angin di atas batu nisan tak bernama?
Apakah sejarah hanya mengenal lelaki dengan pedang?
Di antara sunyi rimba dan suara meriam,
seorang perempuan berjalan—tanpa guncang,
membawa cinta, luka, dan tanah air dalam satu langkah.


Di tanah Keureutoe yang merekah seperti dada bumi yang belum sembuh,
seorang bayi lahir dari rahim hujan dan gelegak sejarah.
Namanya Meutia—
rencong yang diselipkan di jantung tanah,
nyala yang kelak menolak padam
meski dijatuhi waktu, peluru, dan pengkhianatan.

Ayahnya mengajarinya membaca
bukan hanya huruf, tapi juga luka.
Ibunya membisikkan bahwa perempuan bisa jadi
bunga besi yang wangi darah dan kehormatan.
Di tangan Meutia, bulan pun bergetar
ketika ia menjahit dendam dengan benang keberanian.

Teuku Muhammad, lelaki pertama
yang menggenggam hatinya seperti mengangkat bendera,
gugur di tikungan perang.
Tapi Meutia bukan bayangan di belakang nama suami—
ia adalah bayang rimba yang tak bisa dijinakkan peluru.

Cik Tunong datang sebagai mentari
yang menyinari ulang jalan perjuangan.
Mereka bukan hanya suami-istri,
mereka adalah sepasang senja dan petir,
menggugurkan keheningan pos Belanda
dengan dentuman yang lahir dari doa.

“Perang ini,” katanya, “adalah rajah dalam dada—
bukan hanya peluru yang mengukir,
tapi juga cinta dan kehilangan.”
Ketika Cik Tunong digantung di Meulaboh,
ia tak menangis.
Karena air matanya sudah lama menjelma
jadi mata tombak dalam gelap.

Dalam belantara Alue Kurieng,
ia menjadi desir angin yang membawa dendam pohon-pohon,
suara akar yang menolak dicabut.
Ia perempuan,
tapi lebih kokoh dari karang yang tak punya nisan.

Hingga akhirnya peluru Belanda
menanamkan diam dalam tubuhnya.
Namun tak ada kematian bagi nyala:
ia menjelma nyanyian tanah,
mengendap di nama sekolah,
muncul di lembar uang,
dan berdiri dalam dada perempuan
yang menolak tunduk

Kita hidup di zaman yang lebih tenang,
tapi kadang lupa bahwa ketenangan ini dibeli
oleh perempuan yang menjelma bara dalam hutan.
Cut Nyak Meutia bukan sekadar nama jalan,
ia adalah gema dari keberanian yang tak sempat menua.
Dan setiap kali kita menyebut namanya,
semoga ada sepotong nyala
yang tumbuh dalam dada kita sendiri.


Catatan Singkat:**

📍 Cut Nyak Meutia lahir di Keureutoe, Aceh Utara (1870) dan gugur di Alue Kurieng (1910).
📍 Ia berjuang bersama Teuku Cik Tunong melawan kolonial Belanda.
📍 Namanya kini abadi sebagai Pahlawan Nasional, wajahnya pernah tampil di uang kertas Rp1.000.
📍 Rencong: simbol keberanian Aceh.
📍 Alue Kurieng: hutan tempat pelarian dan perjuangannya yang terakhir.


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca