Breaking News

Langkah Kecil di Panggung Sejarah

Monolog


Oleh: L.K. Ara (dipersembahkan untuk Prof. Wildan dan Museum Kota Juang)

(Panggung remang. Seorang penyair berdiri di tengah, memegang lembaran puisi. Ada gitaris duduk di samping, bersiap memetik nada. Penyair memulai dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan pada dirinya sendiri.)

“Silakan baca puisiku ini,”
kata Prof. Wildan,
dengan suara yang tidak meninggi,
tapi justru karena itu
terdengar sampai ke dalam hatiku.

Aku tak langsung menjawab.
Karena aku tahu —
kadang, sebuah titah bukan beban,
melainkan kepercayaan.

(Ia memandang ke penonton, seolah melihat mereka satu-satu.)

Bayangkan…
sebuah panggung kecil di sudut Museum Kota Juang.
Tempat di mana batu-batu tua tak lagi bicara,
tapi mendengar.
Foto-foto hitam putih
yang menggantung di dinding,
seperti mata-mata zaman
yang menunggu seseorang menyapa mereka
dengan suara.

(Gitar mulai mengalun pelan. Penyair melangkah ke satu sisi, memegang lembaran puisi di dadanya.)

Aku berdiri di situ,
bukan sebagai bintang.
Bukan juga sebagai siapa-siapa.
Hanya seseorang yang diberi amanah
untuk menyampaikan sesuatu —
bukan dari mulutku,
tapi dari hati orang lain,
dan suara zaman yang tak boleh hilang.

Lalu petikan gitar pun mengalir.
Dan puisi itu,
pelan-pelan,
menjadi sungai kecil
yang mengalir di antara kursi-kursi penonton,
membelai kenangan,
menggetarkan ruang.

(Penyair mengangkat lembar puisi.)

Bait demi bait kubaca,
dan entah sejak kapan,
suara ini bukan lagi milikku.
Ia jadi milik malam itu.
Milik ruangan itu.
Milik sejarah itu.

(Diam sebentar. Tatapannya dalam.)

Kadang, kita terlalu sibuk mencari panggung besar.
Tepuk tangan riuh.
Sorotan cahaya.

Padahal…
sejarah sering tercipta
di sudut yang sepi,
dengan satu gitar,
satu suara,
dan selembar puisi.

(Ia menutup puisinya, menunduk sedikit.)

Terima kasih, Prof.
Terima kasih telah mempercayaiku
untuk jadi bagian dari sejarah,
meski hanya sekilas.

Langkahku memang kecil,
tapi semoga jejaknya
tak hilang terlalu cepat
di pasir waktu.

(Gitar berhenti. Lampu padam perlahan. Monolog selesai.)


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca