Breaking News

Bukan Milikmu Jangan Kau Kuasai


Puisi Esai LK Ara

Danau Laut Tawar bukan sekadar bentang alam di dataran tinggi Gayo. Ia adalah identitas, sumber kehidupan, dan warisan leluhur yang disucikan dalam kesadaran kolektif masyarakat Gayo. Namun, akhir-akhir ini, muncul klaim-klaim sepihak atas sebagian kawasan danau—dibingkai dalam legalitas administratif, tapi menyingkirkan nilai adat dan keadilan ekologis.

Sebagai rakyat yang mewarisi dan menjaga, kita tak bisa diam. Kita harus berkata tegas bahwa tidak mungkin mempertahankan sesuatu yang jelas bukan hakmu. Hukum harus berpihak pada kebenaran, bukan pada kuasa. Dan warisan nenek moyang bukan untuk diperjualbelikan, apalagi atas nama keuntungan pribadi.

Puisi esai ini adalah suara peringatan. Suara hati yang tak ingin danau ini menjadi angka-angka dalam dokumen jual beli, tapi tetap menjadi mata air cinta bagi generasi Gayo yang akan datang.

Di pagi berkabut,
seorang anak Gayo menatap permukaan danau
seperti membaca riwayat ibunya yang telah wafat—
hening, dalam, dan tak bisa dimiliki siapa pun.

Danau Laut Tawar bukan sekadar cekungan air,
ia adalah rahim nenek moyang
yang menyusui seluruh kampung
dengan ikan, dengan embun, dengan hikmah.

Tapi suatu hari datang orang-orang
dengan dokumen dan tanda tangan,
dengan niat mengikat alam
seperti menawan langit dengan tali plastik.

“Ini hak milik!”
teriaknya, sambil menancapkan plang di tanah yang bukan miliknya,
padahal ia tahu:
tidak mungkin mempertahankan sesuatu yang jelas bukan hakmu.

Rakyat Gayo tidak diwarisi peta kaveling,
mereka diwarisi kehormatan menjaga warisan
bukan memperdagangkannya.

Sebab apa yang dititipkan oleh leluhur
bukan untuk dipajang dalam sidang notaris,
tapi untuk dirawat,
sebagai pusaka alam dan tanda cinta
bagi anak cucu yang belum lahir.

Wahai Pemerintah Aceh Tengah,
tugasmu bukan berunding dengan ambisi pribadi,
tugasmu adalah menegakkan keadilan
sebagaimana perintah yang tak bisa ditawar:
“Hukum itu memaksa.”

Dan bila tak ada keberanian,
maka hukum hanya akan menjadi baju resmi
yang dipakai dalam upacara,
bukan pedang penebas ketidakadilan.

Kami tidak menuntut lebih,
hanya satu:
jangan biarkan Danau Laut Tawar menjadi milik segelintir.
Karena airnya bukan dari satu sumur,
tapi dari hujan yang sama—
yang turun untuk semua.

Maka jangan kerdilkan warisan
menjadi sertifikat atas nama pribadi.

Di tepian danau,
seorang kakek memandikan cucunya,
sambil berbisik:

“Jika kelak kau dewasa,
jangan pernah takut membela tanah ini,
karena danau ini tak pernah memilih siapa yang boleh mencintainya—
tapi kita yang harus membelanya dari mereka
yang pura-pura tidak tahu
apa arti warisan.”

📌 CATATAN KAKI:

¹ Danau Laut Tawar adalah danau terbesar di Provinsi Aceh yang terletak di Kabupaten Aceh Tengah. Bagi masyarakat Gayo, danau ini bukan hanya sumber air dan kehidupan, tetapi juga bagian dari identitas budaya dan spiritual mereka.

² Dalam beberapa waktu terakhir, muncul isu penguasaan wilayah danau oleh pihak-pihak tertentu dengan dalih legalitas, termasuk klaim kepemilikan secara pribadi atau korporasi. Hal ini memicu reaksi masyarakat adat Gayo yang menilai danau tersebut adalah warisan kolektif, bukan milik perseorangan.

³ Pernyataan “Tidak mungkin mempertahankan sesuatu yang jelas bukan hakmu” merupakan refleksi moral dan yuridis. Hukum, dalam konteks ini, menjadi alat pembela kepentingan umum, bukan tameng untuk kepentingan sempit.

⁴ Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah diharapkan mampu bertindak tegas sebagai wakil negara dalam menjaga keberlanjutan dan keadilan pengelolaan danau, bukan sekadar sebagai fasilitator investasi.

⁵ Prinsip hukum bersifat memaksa (ius cogens) menjadi dasar bahwa pelanggaran terhadap hak lingkungan dan hak masyarakat adat tidak bisa ditoleransi demi keuntungan pribadi.