Breaking News

Perahu Kecil Menuju Cahaya

Puisi Esai LK Ara

Hidup ini, barangkali, adalah kuali besar.
Tempat semua daging waktu direbus tanpa jeda.
Kita tinggal di dalamnya,
bernafas dalam uap yang mengembun jadi air mata.
Setiap pagi bukan hanya subuh yang menjelang,
tapi juga nyala api di bawah perahu hidup kita.

Aku melihat perahu itu—
tak terbuat dari kayu,
tapi dari lafaz-lafaz syahadat
yang tak henti diucap,
bahkan dalam diam yang tercekat.
Ia bukan perahu biasa,
ia mengapung di atas gelombang dunia
karena ditopang iman,
dan didayung dengan tasbih.

Subuh ke maghrib.
Maghrib ke subuh.
Waktu bukan lagi hitungan jam,
tapi dzikir yang mengalir
antara perut kosong,
dan dada yang tetap menyala.

Gulungan ombak itu kadang berupa godaan,
kadang berupa bencana,
dan tak jarang—keheningan
yang menyamar sebagai keputusasaan.

Dalam pusar binasa,
aku tahu ada banyak perahu yang karam.
Perahu yang tak tahan oleh gempuran
gaya hidup, televisi, saldo rekening,
dan janji-janji palsu yang ditawarkan dunia.

Tapi perahu syahadat—
itulah satu-satunya
yang tetap mengapung,
karena ia membawa satu arah:
Dia menuju-Nya.

Apakah ini cukup?
Tentu tidak.
Syahadat bukan jaminan selamat,
jika tidak terus dihidupkan dengan kesadaran,
dan dibersihkan dari karat kesombongan.

Maka aku kembali duduk dalam perahu ini.
Aku tahu laut belum tenang,
dan angin masih mempermainkan layar.
Tapi selama lafaz itu masih ada di lidah,
dan dzikir masih menetes di hati—
aku percaya:
tak semua yang kecil akan tenggelam.

Kalanareh, Maret 2025


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca