Breaking News
UMUM  

Sunyi di Mekar Jadi Ayu: Kesendirian Panjang Sukran Berakhir

Aparat Kepolisian Bener Meriah melakukan olah TKP di rumah Sukran. Dok. IG Humas polres BM

Bener Meriah | KenNews.id – Kampung Mekar Jadi Ayu, Kecamatan Wih Pesam, sore itu seakan menahan napas. Angin yang biasanya berdesir di sela-sela kebun kopi tak lagi terdengar riuh. Dari kejauhan, hanya samar terdengar suara anak-anak yang pulang sekolah, sementara di sebuah rumah sederhana, keheningan menggantung berat, seperti menyimpan sebuah rahasia yang akhirnya terbongkar.

Rumah itu milik Sukran, seorang petani berusia 48 tahun. Hidupnya sederhana, jalannya sehari-hari bisa ditebak: ke kebun kopi, lalu kembali ke rumah kecil yang selalu sunyi. Namun sejak Sabtu, 16 Agustus 2025, jejak itu terputus. Ia berpamitan hendak ke kebun di Kampung Pulau Intan, Kecamatan Pintu Rime Gayo. Tiga hari kemudian, tubuhnya ditemukan membeku dalam diam.

Pintu yang Terkunci dari Dalam

Kecurigaan keluarga memuncak. Sapuan (52), abang kandung Sukran, bersama adiknya Munawardi (30), memutuskan untuk mengecek rumah sang petani yang tak juga kembali. Mereka mendapati pintu luar rumah tidak terkunci, seolah-olah pemiliknya baru saja keluar sebentar. Namun pintu dalam terkunci rapat dari sisi dalam.

Dengan sebatang kayu, pintu itu akhirnya terbuka. Dan di baliknya, mereka menemukan Sukran. Berbaring kaku di atas lantai kamar, wajahnya tenang, seakan tertidur panjang. Tidak ada tanda pergumulan. Tidak ada teriakan yang pernah terdengar. Hanya diam yang begitu pekat.

Polisi Turun ke Lokasi

Laporan segera masuk ke pihak kepolisian. Kapolsek Wih Pesam, Iptu Zahrul, bersama tim Inafis, mendatangi lokasi. Mereka melakukan olah TKP, memotret setiap sudut rumah, mencari tanda-tanda yang bisa menjelaskan kepergian petani itu.

Namun tubuh Sukran tak menunjukkan tanda kekerasan. Tidak ada luka, tidak ada bekas perlawanan. Dari keterangan keluarga, diketahui Sukran sudah lama menduda. Hidupnya lebih banyak diisi dengan kesendirian, jarang bergaul dengan warga sekitar. Ia pun disebut-sebut pernah mengalami gangguan kejiwaan.

Hidup yang Dilingkupi Sunyi

Sukran hanyalah satu dari banyak wajah di kampung yang hidup di bawah bayang-bayang kesepian. Menjadi petani kopi, ia terbiasa bergulat dengan tanah, pohon, dan musim yang tak menentu. Tapi pergulatan batin jauh lebih sepi: tidak ada istri untuk berbagi cerita, tidak ada anak yang menemaninya di malam-malam panjang.

Hidupnya seolah hanya bergulir antara kebun dan rumah. Dari luar, mungkin tampak biasa. Namun dari dalam, ia menanggung sunyi yang dalam. Kesendirian yang akhirnya menyatu dengan dirinya, sampai-sampai orang-orang kampung menyebutnya pendiam, bahkan kadang menyendiri terlalu lama.

Filosofi dari Sebuah Kepergian

Kematian Sukran bukan sekadar catatan singkat dalam laporan polisi. Ia adalah potret dari kehidupan yang perlahan-lahan terpinggirkan. Kita sering melihat kesepian sebagai hal sepele, padahal ia bisa menggerogoti jiwa. Manusia memang makhluk sosial, dan ketika ikatan itu putus, kehidupan menjadi rapuh.

Di kampung yang namanya begitu indah—Mekar Jadi Ayu—kehidupan Sukran justru berakhir dalam sepi. Nama kampung itu seakan kontras dengan nasib penghuninya. Mekar, namun justru ada yang layu dalam kesendirian. Jadi Ayu, namun kesunyiannya tak sempat ditutupi oleh keindahan.

Kisah ini meninggalkan pertanyaan bagi kita semua: berapa banyak orang di sekitar kita yang hidup seperti Sukran? Diam, tertutup, tampak baik-baik saja, tetapi sebenarnya sedang tenggelam dalam kesepian?

Sebuah Peringatan Sunyi

Hari itu, ketika jasadnya diangkat keluar rumah, kampung Mekar Jadi Ayu sempat berhenti sejenak. Para tetangga berkumpul, menatap dengan tatapan yang sama: iba, kaget, sekaligus getir. Getir karena mereka menyadari bahwa Sukran, dengan segala kesendiriannya, pergi tanpa pernah benar-benar didengar.

Kepergiannya adalah peringatan. Bahwa hidup bukan sekadar ada, bukan sekadar bekerja di kebun, pulang, lalu tidur. Hidup juga soal berbagi rasa, menemukan teman bicara, menjaga keterikatan, agar kita tidak karam dalam sepi.

Sukran telah menyatu dengan keheningan. Tapi suaranya, meski tanpa kata, masih bergaung di kampung itu: jangan biarkan kesunyian menjadi akhir dari segalanya.