Breaking News
UMUM  

Dua Mayat Petani di Bener Meriah: Cermin Sunyi Tentang Kesendirian dan Abainya Kita

Ilustrasi dua mayat. Foto: Net

BENER MERIAH | Tahun 2025 diwarnai dengan dua penemuan mayat yang seakan-akan hendak menampar kesadaran kita bersama. Pertama, Darwinsyah (51), petani sederhana dari Rembele, ditemukan tak bernyawa di rumah kebunnya pada 5 Februari. Kedua, Sukran (48), petani lain dari Mekar Jadi Ayu, menyusul ditemukan membusuk di rumahnya sendiri pada 19 Agustus.

Keduanya memiliki benang merah yang nyaris identik: hidup dengan riwayat gangguan jiwa, terasing dalam kesendirian, dan akhirnya berpulang tanpa seorang pun di sisi. Mereka baru ditemukan setelah tubuh tak lagi bernyawa, ketika aroma kematian memaksa pintu diketuk dan didobrak.

Apakah kita harus menunggu bau busuk kematian untuk menyadari bahwa ada saudara, tetangga, bahkan keluarga kita yang sebenarnya sedang menjerit dalam kesepian?

Lupa Bahwa Mereka Pernah Ada

Darwinsyah, menurut keluarga, sudah lama mengidap skizofrenia. Ia tinggal di rumah kebun, jauh dari hiruk pikuk kampung. Sukran, yang menduda selama tujuh tahun, lebih banyak mengurung diri, ditemani sunyi dan obat-obatan yang menjadi rutinitasnya. Mereka berdua adalah gambaran telanjang dari manusia yang ditinggalkan oleh pergaulan sosial: hadir secara fisik, tapi absen dari perhatian kolektif.

Kematian mereka tidak menimbulkan jejak kekerasan. Tidak ada pembunuh yang bisa kita salahkan, tidak ada pelaku yang bisa dipenjarakan. Namun, bukankah kelalaian kita—saudara, keluarga, tetangga—juga bisa disebut pembunuhan pelan-pelan?

Masyarakat yang Hanya Sibuk dengan Dirinya

Di kampung, kita sering bangga dengan semangat gotong royong, dengan falsafah “Alang tolong beret berbantu”. Tetapi kenyataan pahitnya, dua orang anak kampung meninggal sendirian tanpa seorang pun yang sadar sebelumnya.

Apakah kita terlalu sibuk dengan ladang, dengan pasar, dengan ponsel, hingga lupa menoleh ke rumah tetangga yang pintunya tak lagi terbuka selama berhari-hari?

Mengubah Kesedihan Menjadi Kesadaran

Dua kematian ini bukan sekadar berita duka. Ia adalah alarm keras bahwa masyarakat Bener Meriah sedang kehilangan rasa peduli. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) bukan aib untuk dihindari, melainkan bagian dari keluarga besar yang justru perlu dilindungi. Kesendirian mereka adalah cermin dari keterasingan sosial yang kita biarkan.

Kita tidak boleh lagi menunggu ada yang membusuk baru sadar. Hari ini, sekarang juga, mari kita tengok saudara yang lama tak terlihat, kita ketuk pintu tetangga yang sunyi, kita tanya kabar teman yang hidup sendiri.

Karena jika kita terus abai, maka kematian sepi seperti Darwinsyah dan Sukran akan terus berulang, dan setiap mayat yang ditemukan hanyalah bukti bahwa kita sedang kehilangan jati diri sebagai masyarakat yang seharusnya saling membantu.