Breaking News

Langkah Tanpa Alasan, Suara dari Hutan Sunyi

Langkah Tanpa Alas, Suara dari Hutan Sunyi

(Puisi Esai tentang Suku Baduy oleh LK Ara

Mereka berjalan—tanpa alas, tanpa keluh,
melintasi belantara dan waktu,
dengan pakaian putih seperti janji yang tak pernah pudar
kepada leluhur dan tanah yang mereka jaga
lebih setia dari penjaga istana.

Di sanalah, di jantung Banten yang teduh,
tinggal Urang Kanekes,
yang oleh dunia disebut: Baduy.
Namun mereka tak menyebut diri,
sebab nama bukanlah pusat kehidupan—
hanya laku dan kejujuran yang penting mereka rawat
di dalam ladang, di bawah rimba, di tengah sunyi.

“Kami bukan masa lalu,” kata mereka,
“Kami adalah hidup yang masih bertahan,
meski dunia terus berubah arah.”

I. Leluhur yang Tak Pernah Mati

Mereka mungkin berasal dari Pajajaran,
kerajaan yang tenggelam dalam lipatan naskah tua.
Namun, bagi Baduy, sejarah bukan tentang kejayaan,
melainkan tentang kewajiban menjaga titipan.

Pu’un—pemimpin mereka—
tak dipilih lewat suara,
tetapi lewat takdir yang dipupuk dalam diam,
sebab memimpin bukan soal kuasa,
tapi soal mampu menanggung adat
dengan penuh takzim dan takut kepada langit.

Baduy Dalam hidup seperti waktu berhenti,
menolak kendaraan, listrik, bahkan alas kaki.
Mereka percaya:
jika bumi bisa mengasihi tanpa syarat,
mengapa manusia tak bisa?

II. Dua Warna dalam Satu Hati

Ada dua jalan di antara hutan dan sungai:
Baduy Dalam dan Baduy Luar—
ibarat dua tangan dari tubuh yang sama.
Satu tetap menggenggam akar,
satu lainnya menyentuh angin zaman,
namun keduanya berjalan
tanpa pernah meninggalkan pusatnya:
adat dan kesadaran akan asal.

“Putih kami bukan simbol suci,
tapi pengingat bahwa hidup harus bersih,
dari keserakahan, dari tipu daya.”

III. Seba: Ziarah ke Negeri yang Berutang

Setiap tahun, langkah-langkah dari pedalaman
menuju kota—
tanpa alas kaki, membawa hasil bumi,
membawa doa dan pesan sunyi:
“Jangan rusak apa yang kami jaga.”

Itulah Seba Baduy,
bukan sekadar ritual,
tetapi ziarah kepada kekuasaan,
agar pemerintah tahu:
masih ada yang percaya
bahwa menjaga alam lebih penting
dari membangun beton tanpa batas.

Mereka tidak minta uang,
hanya meminta:
jangan cemari air,
jangan babat hutan,
jangan ganti kesunyian dengan suara mesin.

IV. Sunda Wiwitan: Doa Tanpa Panggung

Mereka tak punya masjid megah,
tak punya mimbar berkaca emas.
Tapi mereka punya hutan,
punya mata air,
dan puncak gunung yang mereka sebut:
Sasaka Domas.

Di sana mereka menunduk,
bukan kepada patung, bukan kepada matahari,
tapi kepada yang mereka sebut:
Nu Kawasa, Sang Maha Kuasa—
tanpa nama, tanpa wajah,
tapi hidup di pohon yang tumbuh,
di tanah yang mereka tanami dengan penuh syukur.

V. Dalam Diam Ada Perlawanan

Dunia boleh berisik dengan kecanggihan,
tapi Baduy tetap melangkah dalam diam.
Dan justru dalam diam itulah,
terdengar perlawanan:
terhadap kerakusan,
terhadap peradaban yang kehilangan akar.

Mereka tidak butuh Wi-Fi,
sebab mereka masih bisa membaca arah hujan
dan dengar pesan angin dari dedaunan.

Mereka tak punya Google Maps,
tapi tak pernah tersesat di rimba
yang mereka rawat seperti halaman kitab suci.

Penutup: Pelajaran dari Langkah yang Tenang

Baduy bukan cerita masa lalu.
Mereka adalah masa depan
yang menolak dicemari oleh kesombongan zaman.

Dari mereka, kita belajar:
bahwa hidup bisa sederhana,
tapi bermakna.

Bahwa tanah tak perlu ditaklukkan,
cukup disyukuri dan dijaga.
Bahwa adat bukan belenggu,
melainkan kompas ketika dunia kehilangan arah.

Langkah mereka tak bersuara,
tapi gema sunyinya menyentuh kota-kota,
yang sering lupa: dari mana kita datang, dan untuk apa kita hidup.

📝 Catatan Kaki:
1. Urang Kanekes: Nama asli masyarakat Baduy.
2. Pu’un: Pemimpin spiritual dan adat tertinggi di komunitas Baduy.
3. Seba Baduy: Tradisi tahunan sebagai bentuk penghormatan kepada pemerintah dan nenek moyang.
4. Sasaka Domas: Situs keramat dan pusat ibadah tertinggi dalam kepercayaan Baduy.
5. Sunda Wiwitan: Kepercayaan lokal Baduy yang menyembah satu kekuatan tertinggi (Nu Kawasa).


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca