Oleh: Tazkir
Dua enam November, hari yang kelam,
Aceh menangis dalam duka yang dalam.
Gunung gundul kehilangan pelukan hijau,
Hutan tercabut, alam pun pilu.
Air turun murka tanpa ampun,
Mengamuk deras, menghantam kampung.
Gelondongan kayu ikut melaju,
Menjadi saksi rakusnya nafsu.
Jalan terputus, jembatan rebah,
Akses tertutup, harapan pun resah.
Rumah terendam sampai ke atap,
Tangis manusia bersatu dengan gelap.
Lampu mati, malam tak berbintang,
Gelap gulita menyelimuti ruang.
Anak dan ibu berpeluk erat,
Ayah terdiam menahan sesak.
Makan pun susah, dapur tak bernyala,
Nasi menjadi doa paling sederhana.
Dalam lapar dan dingin yang menusuk,
Harapan tetap tumbuh meski terpuruk.
Wahai alam, maafkan kami manusia,
Yang lalai menjaga titipan-Nya.
Banjir bandang ini jadi pengingat,
Hutan dijaga, nyawa diselamatkan.











