Assalamualaikum, anggota DPRK Aceh Tengah. Apa kabar kursi empuk di ruang sidang hari ini? Apakah sudah ada dentuman palu yang menandakan lahirnya qanun baru? Atau palu itu lebih sering jadi pajangan di meja, menunggu momentum seremonial?
Mari kita bicara jujur. Sampai hari ini, hanya Qanun tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBK Aceh Tengah yang pasti lahir. Itu pun karena wajib—kalau tidak, pemerintah daerah bisa lumpuh, anggaran tak bisa jalan. Jadi, DPRK tak punya pilihan selain mengesahkan. Bukan karena gagasan, bukan karena kepedulian, tapi karena terpaksa. Selebihnya? Sepi. Hening. Kosong.
Sementara itu, di luar gedung dewan, rakyat berjuang sendirian:
* Kebun petani kopi Gayo tak dapat sertifikasi karena berada dalam kawasan hutan lindung, dan tanpa perlindungan hukum.
* Hutan terus gundul, tambang ilegal merajalela, tanpa qanun yang melindungi alam.
* Ibu penjual sayur di pasar-pasar menjerit karena terjerat Bank Keliling (Bangke) – rentenir, tanpa ada perlindungan.
* Generasi muda terseret narkoba, tak ada tempat menyalurkan semangat yang produktif.
* Dunia pendidikan dan kesehatan masih pincang, tapi tak ada produk hukum yang progresif dari dewan terhormat.
Lalu DPRK sibuk apa? Ah, kita tahu jawabannya. Sibuk rapat perjalanan dinas, sibuk foto di spanduk ucapan selamat, sibuk menghadiri undangan pesta. Ruang sidang jadi tempat pidato panjang, bukan tempat lahirnya aturan penting.
Rakyat mulai bertanya-tanya: Apakah DPRK Aceh Tengah ini lembaga legislatif atau lembaga seremonial? Qanun yang semestinya lahir sebagai warisan hukum, malah lebih jarang muncul dibanding baliho wajah-wajah kalian di jalan kota.
Bukankah kalian dulu bersumpah atas nama Allah, akan memperjuangkan kepentingan rakyat? Tapi mengapa sumpah itu lebih sering berubah menjadi kursi hangat, gaji bulanan, dan perjalanan dinas?
Wahai wakil rakyat, jangan salah sangka. Rakyat tidak tuli, rakyat tidak buta. Mereka tahu siapa yang bekerja, siapa yang sekadar bergaya. Sejarah tidak akan mengingat jumlah pesta yang kalian hadiri, tapi akan mencatat: berapa qanun yang lahir dari tangan kalian?
Maka pertanyaan ini akan terus menggema, menembus dinding ruang sidang, mengusik kenyamanan kursi empuk kalian:
“Assalamualaikum DPRK Aceh Tengah, sudah membuat qanun hari ini? Atau masih sibuk dengan urusan perut sendiri?”