Breaking News
UMUM  

Takengon: Karnaval Budaya yang Berakhir dengan Pawai Sampah

Setakan sampah di pinggir jalan yang dilalui karnaval. Foto: Mustawalad

TAKENGON | KenNews.id – Sejak pagi hingga siang, Rabu 13 Agustus 2025, ribuan orang memadati rute Karnaval Budaya HUT ke-80 RI di Aceh Tengah. Jalur dari Blang Kolak, Jalan Sengeda, terminal lama, hingga kembali ke lapangan dipenuhi sorak-sorai, denting musik tradisi, dan warna-warni pakaian adat. Udara sejuk Takengon membuat semua orang betah berjam-jam berdiri atau duduk menunggu peserta lewat.

Namun, begitu karnaval usai, rute yang tadi penuh tepuk tangan berubah jadi panjangnya lintasan kotor. Plastik minuman, bungkus makanan, tusuk sate, hingga puntung rokok bertebaran seperti bekas pesta liar. Dari ujung ke ujung, jalan berubah jadi etalase ketidakpedulian.

Dan mari kita jujur: penonton ini bukan orang miskin. Tidak mungkin mereka sanggup membeli minuman dingin, camilan, bahkan bensin untuk menonton karnaval seharian kalau benar-benar miskin. Ada yang duduk manis di jok belakang mobil dengan pintu terbuka, menikmati tontonan bak di tribun VIP. Tapi ketika sampah berserakan, mereka pura-pura tidak melihat—karena tukang sampah akan “mengurusnya”.

Yang miskin bukanlah isi dompet mereka, melainkan etika. Miskin rasa malu, miskin kesadaran bahwa kebersihan itu bagian dari iman. Mereka pandai bertepuk tangan melihat anak, cucu atau saudaranya yang memakai pakaian adat lewat, tapi gagal memahami bahwa budaya juga berarti menghormati ruang publik dan orang yang membersihkannya.

Karnaval budaya ini memang meriah. Tapi ada satu iring-iringan tak resmi yang ikut mengiringi dari awal hingga akhir: pawai sampah. Bedanya, yang satu dibubarkan petugas, yang satunya lagi dibiarkan menjadi “kenang-kenangan” di jalan.