Oleh Tazkir S.Pd, M.Pd
Di tengah perkembangan zaman semakin modern keberadaan keben nyaris tidak terlihat lagi, generasi muda banyak tidak tahu apa itu “keben”, apalagi fungsinya, banyak warisan budaya dan tradisi lokal perlahan-lahan tergerus arus perubahan.
Keben sebuah bangunan bentuknya sederhana namun fungsional, terbuat dari papan dengan ukuran bervariasi, disusun dengan teknik tradisional yang kuat, atapnya biasanya terbuat dari ijuk atau seng mempunyai pintu kecil kegunaaannya tempat penyimpanan padi, berfungsi sebagai tempat menyimpan padi setelah selesai panen sebelum digiling menjadi beras.
Bangunan ini bukan sekadar tempat simpanan, melainkan cermin dari kearifan lokal masyarakat Gayo dalam mengelola hasil panen secara hemat, teratur, dan berorientasi untuk ketahanan pangan keluarga.
Keben biasanya didirikan terpisah dari rumah utama, berada di pekarangan atau dekat ladang. Di dalamnya terdapat padi hasil panen disusun rapi, dijaga agar tetap kering dan terhindar dari serangan hama.
Keben menjadi simbol kesejahteraan dan ketekunan para petani Gayo pada masanya dalam menjaga stok pangan sepanjang tahun.
Pada masanya hampir setiap rumah pedesaan di Gayo memiliki keben. mencerminkan nilai gotong royong dibangun secara bersama-sama oleh warga desa untuk menyimpan padi. Keben juga bukti bahwa nenek moyang Gayo mempunyai sistem penyimpanan pangan tangguh bertahan sampai bertahun-tahun.
Perubahan sistem pertanian, pergantian pola konsumsi, dan pergeseran cara hidup membuat keben tergantikan oleh karung plastik, gudang modern. Padi tidak lagi disimpan dalam bentuk gabah dalam waktu lama, melainkan langsung digiling dan dijual, keben tidak lagi relevan dalam tatanan pertanian masa kini serba cepat dan instan.
Hilangnya keben bukan sekadar hilangnya benda fisik, tetapi juga hilangnya jejak budaya dan nilai-nilai luhur. Padahal di dalam keben tersimpan filosofi tentang kesabaran, perencanaan, dan kemandirian mengajarkan bahwa hasil panen bukan untuk dihabiskan seketika, melainkan dikelola dengan bijak untuk kebertahanan masa depan.
Keben juga bisa menjadi inspirasi dalam mengembangkan sistem penyimpanan pangan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di tengah isu perubahan iklim dan krisis pangan global, nilai-nilai konservasi dan efisiensi, terkandung dalam keben sangat relevan menawarkan solusi tradisional alami dan terbukti bertahan lama.
Pemerintah daerah, lembaga budaya, dan sekolah-sekolah di wilayah dataran tinggi Gayo perlu menghidupkan kembali cerita dan wujud fisik keben. Festival budaya, pameran, lomba menggambar, atau penulisan cerita rakyat tentang keben bisa menjadi jalan untuk membangkitkan kembali semangat mencintai warisan leluhur.
Selain itu desa-desa wisata juga bisa menjadikan replika keben sebagai daya tarik budaya unik dan edukatif bagi wisatawan.
Dalam upaya menghidupkan kembali warisan seperti keben, penting pula menyadarkan masyarakat bahwa pelestarian budaya bukan tugas satu pihak saja. Ini adalah tanggung jawab bersama, para tokoh adat, pemuka agama, akademisi, dan pemuda harus duduk bersama menggali kembali nilai-nilai lokal yang mulai pudar kiranya untuk membangun kembali kesadaran budaya yang kuat di tengah masyarakat Gayo kini terus bergerak mengikuti arus globalisasi.
Zaman boleh berubah dunia bisa terus maju tetapi kita harus ingat, kemajuan sejati tidak berarti meninggalkan semua yang lama. Justru dengan menjaga bisa tumbuh lebih kuat. Keben bukan hanya tempat simpan padi, simbol ketahanan, kemandirian, dan rasa hormat pada hasil kerja keras. Ia adalah bagian dari jiwa masyarakat Gayo layak dihidupkan kembali.
Mari selalu kita lestarikan budaya Gayo keben sebagai warisan sebagai pelajaran dan sebagai pengingat bahwa dalam kayu-kayu tua itu tersimpan semangat tak boleh lekang oleh zaman.
(Penulis Guru SMA Negeri 1 Bukit)
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.