Breaking News

Didong dan Tari Guel: Suara dan Tubuh dari Tanoh Gayo

Puisi Esai oleh L. K. Ara,

  1. Di Dataran Tinggi, Tradisi Menjadi Nyala

Di negeri yang kabutnya tak lekang musim,
di sela suara daun kopi dan gemerisik sungai,
masyarakat Gayo tidak menulis sejarah di batu,
melainkan meniupkannya ke angin,
agar didengar pohon, bukit, dan waktu.

Mereka bicara bukan dengan pidato,
tapi dengan suara yang tumbuh dari akar,
mereka menari bukan untuk panggung,
tapi untuk menyulam langit dengan tubuh yang tunduk.

  1. Didong: Ketika Kata Menjadi Jalan Pulang

Didong lahir dari tanah yang tidak pernah tidur,
dari kampung yang memelihara malam seperti anak sulung.
Syairnya tidak dihafal—
melainkan digali dari sumur hati,
dan disiram dengan cahaya bulan.

Dalam pertunjukan yang hening dan megah itu,
dua klop saling menyulam kata,
seperti menjahit luka dengan benang nasihat,
seperti menumbuhkan hutan dari suara.

Didong adalah kitab yang tidak ditulis,
tapi dibacakan bersama oleh alam dan manusia.

  1. Tari Guel: Tubuh yang Menyulam Langit

Tari Guel bukan gerak semata,
ia adalah embun yang menari di ujung ilalang,
ia adalah doa yang mengenakan tubuh sebagai jubahnya.

Langkah-langkah penari seperti detak bumi yang rindu langit,
dan putaran lengannya seperti angin yang menyalakan ingatan.

Ketika penari Guel melangkah ke depan,
itu bukan sekadar tarian—
tapi perjalanan roh kembali ke mata air asalnya.

  1. Warisan yang Tak Dapat Dibeli

Seni ini bukan emas yang digali,
tapi cahaya yang diwariskan dari dada ke dada,
dari petani yang menanam doa dalam tanah,
dari burung yang membawa pesan leluhur di paruhnya.

Didong dan Guel adalah kitab langit yang dibacakan dengan gerak dan gema,
bukan milik pasar,
tetapi milik mereka yang menjaga malam agar tidak beku,
yang menjaga anak-anak agar tetap berakar.

  1. Penutup: Suara Itu Masih Ada

Zaman mungkin memukul gong yang lebih bising,
tetapi di balik hiruk kota dan layar,
suara dari dataran tinggi masih bernafas,
langkah dari tanah tua masih menari dalam kabut.

Tradisi ini bukan nostalgia—
ia adalah api kecil di dalam dada,
yang tak bisa padam oleh angin,
sebab ia dilindungi hutan,
dan diingat oleh sungai yang terus mengalirkan pesan.

📌 Catatan:
1. Didong adalah seni puisi lisan berirama dari Gayo, dimainkan secara kolektif dalam format berbalas oleh dua kelompok.
2. Tari Guel adalah tari sakral Gayo dengan gerak simbolik dan makna spiritual, diturunkan dari legenda mimpi Raja Linge.
3. Keduanya adalah Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
4. Tradisi ini hidup di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues—di tengah dataran tinggi yang masih memelihara ingatan dan kesadaran. ‎


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca