Sebait Cinta dari Timur Jauh
Puisi Esai: LK Ara
⸻
Epigraf
“Kepada Paduka Sultan, Penjaga Dua Tanah Suci—
kami, dari Aceh Darussalam,
memohon senjata dan perlindungan,
agar Islam tak padam di ujung dunia.”
— Surat Sultan Iskandar Muda, Abad ke-17
Dan kini, berabad setelah tinta itu mengering,
kami datang menyaksikan selembar harap yang pernah dikirim,
dalam debur ombak dan linang mata,
sebagai bukti: cinta dan keberanian
tak pernah hilang dari peta sejarah umat.
⸻
1.
Aku tiba di Istanbul pada subuh hari.
Langit masih biru gelap,
lampu kota redup seperti bintang tua.
Beberapa saat sebelum mendarat,
aku melihat pendar cahaya
menyusun punggung kota—
menyembul dari Selat Bosphorus,
dari menara-menara tua
dan masjid yang masih menyimpan takbir azan pertama.
Shalat kami lakukan di bandara,
di antara ransel, kelelahan, dan haru.
Lalu kami menuju kota.
Matahari menyambut kami
dengan hangat yang lembut,
seperti tangan tua seorang ibu
yang belum lupa cara memeluk anaknya.
⸻
2.
Kami yang menua ini tak menyangka—
di kota inilah,
surat dari Aceh pernah tiba:
dibawa angin samudra dan keberanian utusan.
Kami duduk di pelataran Topkapi,
di bawah pohon yang diam.
Seorang pemandu berkata lirih,
“Di sini, tersimpan surat-surat dari timur jauh,
dari kerajaan kecil bernama Aceh.”
Dan kami—yang hanya tahu sejarah dari buku—
terdiam.
Tiba-tiba dada kami sesak oleh sesuatu
yang bukan debu,
melainkan ingatan yang baru tumbuh.
⸻
3.
Surat itu datang dari Sultan Iskandar Muda.
Katanya:
“Sungguh, kami memohon pada paduka
demi keselamatan agama dan negeri kami,
kirimkanlah bantuan,
meriam dan prajurit,
agar kami tak runtuh di tangan Portugis.”*
Surat itu masih tersimpan:
tulisannya Arab Melayu,
berhias ukiran dan keharuman rempah.
Kami melihat salinannya,
seperti menatap wajah leluhur
yang menolak tunduk meski tak punya kapal sebesar mereka.
Beberapa dari kami meneteskan air mata.
Bukan karena lemah,
tapi karena tahu:
cinta kepada negeri ini bukan baru lahir kemarin.
⸻
4.
Sultan Turki menjawab dengan rasa yang sama.
Bala bantuan dikirim,
doa dikirim,
dan semangat Islam dijahit
menjadi bendera bersama di antara dua dunia.
Hubungan itu bukan sekadar diplomasi.
Ia adalah cinta.
Cinta dari sesama umat
yang tidak bertanya kamu siapa dan dari mana—
tapi: apa yang bisa kami lakukan
agar kau tidak jatuh.
⸻
5.
Kini kami pulang membawa salinan sejarah.
Bukan cendera mata,
tapi lembar-lembar yang membuat kami berdiri lebih tegak.
Anak-anak kami akan tahu,
bahwa Aceh dan Turki
pernah bersurat bukan karena lemah,
tapi karena tahu siapa saudara sejati.
Bahwa dulu,
surat bukan sekadar surat,
tapi senjata yang lebih tajam
daripada meriam buatan Barat.
Dan jika sejarah ini kembali dibuka,
maka bukan hanya kita yang bangga,
tapi tanah ini akan kembali menumbuhkan
keberanian yang belum layu.
Kalanareh, Maret 2025
⸻
Catatan Kaki:
1. Kutipan surat Sultan Iskandar Muda berdasarkan dokumen asli yang tersimpan di Museum Topkapi, Istanbul, serta salinan transliterasi dalam koleksi Museum Aceh.
2. Dalam arsip Turki Utsmani, terdapat lebih dari 150 surat dari Kesultanan Aceh yang dikirim antara abad ke-16 hingga ke-19, menandai hubungan diplomatik dan keagamaan yang kuat antara kedua negeri.
3. Topkapi Sarayı (Istana Topkapi) di Istanbul menyimpan dokumen-dokumen penting dari masa kekhalifahan Ottoman, termasuk surat dari kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara.