ACEH TENGAH, KenNews.id — “Eteng eteng iyak, mah kero kedendiri–eteng eteng iyak, bawa bekal sesendiri” menjadi cara menuntaskan seluruh rangkaian event Desember Kopi Gayo 2023, di Kawasan Wisata Bur Telege Takengon, Sabtu (16/12/2023).
Ungkapan “eteng eteng iyak, mah kero kedendiri” bermakna harfiah, seluruh peserta membawa kebutuhan makan dan minum masing-masing.
Konsep ini dimaksudkan untuk membangun kebersamaan dan keseriusan seluruh peserta dalam mengikuti event tahunan Desember Kopi Gayo yang digelar pertama kali pada 2016.
Melibatkan 8 kelompok seni dari Aceh Tengah, Bener Meriah, Lhokseumawe dan Jakarta. Mereka tampil silih berganti mengisi panggung dengan latar belakang pemandangan alam Danau Lut Tawar dan wajah kota Takengon.
Kelompok seniman yang ambil bagian adalah Sanggar Nayu, Sanggar Bur Telege, Sanggar Uyem Lut, Donang Banan Seni Antara, Saman Buntul Sara Ine, Didong Pegayon Seni Antara, Bines Seni Antara, siswa sekolah SD/MI Aceh Tengah.
Dari Lhokseumawe hadir Grup Musikalisasi Puisi Lhokseumawe, Rangkaian Bunga Kopi. Sementara dari kalangan penyair ada Tatan Daniel, Mita Katoyo dari Jakarta. Lalu ada Win Gemade, Asmira Dhieni dari Aceh Tengah.
Jalannya pertunjukan dipandu Devie Matahari, Aman Rike dan Duan Gasac.
Desember Kopi 2023 diawali di Dusun Buntul Sara Ine, Kampung Seni Antara, Kecamatan Permata Bener Meriah, Sabtu, 9 Desember 2023.
Seluruh warga desa tumpah ruah di lokasi yang dipersiapkan khusus. Atap seng bekas, tiang kayu dan jerami. Warga mempersiapkan lokasi tersebut sejak awal secara bergotong royong, di bawah komandan Aman Rike dan Azzam Pegayon.
Lokasi itu tak jauh dari Masjid Pegayon yang kemudian menjadi pusat pesantren. Warga Buntul Sara Ine tampak sangat antusias mempersiapkan perhelatan Desember Kopi.
Kampung itu pada akhir 90-an sampai tahun 2000-an pernah berstatus zona merah dalam konflik keamanan Aceh. Ketika itu banyak rumah warga dibakar dan hanya tersisa satu mushalla. Wargapun lebih memilih pergi dari kampung. Masyarakat menderita trauma panjang.
Tapi sejak 2006 kampung Buntul Sara Ine kembali berdenyut. Beberapa warga mulai kembali. Pada 2016 masjid mulai dibangun dan dicanangkan pendirian pesantren.
Kampung ini terletak di perbatasan Bener Meriah dan Aceh Utara. Kampung ini menjadi pintu gerbang ke Tanah Gayo Bener Meriah dari jalur Utara.
Penyelenggaraan Desember Kopi di Buntul Sara Ini adalah gelaran pertama sejak kampung itu berdiri pada 1988. Itulah salah satu alasan warga begitu antusias.
“Terima kasih telah hadir dikampung kami,” kata Pak Senang, warga awal di kampung itu.
Pertunjukan diawali pukul 10.00 WIB. Dihadiri Sekda Bener Meriah Khairmansyah. Reje Kampung dan tokoh masyarakat setempat semua hadir.
Mereka duduk bersila. Menyaksikan pertunjukan demi pertunjukan. Kedatangan Sekda disambut Tari Munalo oleh siswa sekolah dasar Simpur Kecamatan Mesidah Bener Meriah.
Tarian mereka indah dan sangat intens. Meski Sekda hadir terlambat, namun tidak mengurangi antusiasme warga. Sekda tiba bersama Camat Permata.
SD Simpur juga menampilkan pertunjukan Tari Kopi, tari kreasi karya guru-nya. Siswa dari Simpur ini sudah hadir di lokasi sehari sebelumnya.
Maklum, letak Simpur cukup jauh dari Buntul Sarana Ine, lebih kurang tiga sampai empat jam perjalanan dengan medan lumayan sulit.
Mereka memerlukan menginap di sana untuk memudahkan. Rombongan dari Simpur lebih kurang 30 orang, terdiri dari siswa, guru dan pendamping.
Mereka menginap di Masjid Pegayon dan Aula Masjid Pegayon.
Peserta lainnya penyair asal Jakarta. Tatan Daniel, Muhammad Octa Masheka, dan Mita Katoyo. Tatan Daniel dan Octa Masheka, diutus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke acara ini.
Para penampil lainnya adalah ibu-ibunya Buntul Sara Ine, mereka membentuk grup seni, namanya Didong Banan Pegayon.
Mereka ini berfungsi ganda. Sebagai pengisi acara juga mempersiapkan makanan.
Lalu ada lagi grup Saman dan Bines, dua seni Gayo yang sangat populer terutama di Gayo Lues.
Pertunjukan seni berlangsung sampai menjelang kumandang adzan Asyar.
Malamnya, selepas Isya, panggung diisi dengan pertunjukan “didong jalu” antara grup Musara Bintang dan Burak Terbang.
Didong adalah jenis seni yang sudah diakui sebagai warisan budaya tak benda nasional. Didong berlangsung sampai pukul 02.00 dini hari.
Para ceh didong ini datang ke lokasi pertunjukan mengendarai kendaraan roda dua. Ceh Burak Terbang, Zulkarnain dibonceng Ceh Armodja. Mereka datang dengan gembira. Merayakan panen kopi.
Sungguh mengharukan dan membesarkan hati. Betapa mereka mencintai budaya Gayo, daerah dagingnya.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.