BENER MERIAH | KenNews.id — Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Bener Meriah menyatakan kemarahan atas dugaan pelanggaran Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang terjadi secara masif dan sistematis di berbagai kecamatan di Kabupaten Bener Meriah.
Hasil investigasi lapangan GMNI menunjukkan, petani dipaksa membeli pupuk Urea dan NPK hingga Rp150.000 per sak, jauh melampaui HET resmi Rp112.500 per sak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi.
“Ada oknum yang dengan sadar mengkhianati semangat subsidi dan mempermainkan penderitaan petani!” tegas Afrian Toga, Ketua GMNI Cabang Bener Meriah melalui rilisnya kepada KenNews.id, Senin, 06 Oktober 2025. Menurutnya, praktik tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kebijakan negara yang seharusnya berpihak kepada petani kecil, bukan memperkaya segelintir mafia distribusi.
GMNI menilai pelanggaran ini jelas menabrak Pasal 2 ayat (2) Permentan 49/2020 yang menegaskan bahwa harga pupuk bersubsidi wajib mengikuti HET yang telah ditetapkan pemerintah. Fakta di lapangan menunjukkan terjadinya penyelewengan hingga 35% —sebuah indikasi kuat adanya praktik spekulatif dan permainan harga di tingkat distributor maupun pengecer.
Lebih jauh, GMNI menyebut bahwa prinsip “6 Tepat” (tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu) yang menjadi roh dalam kebijakan pupuk bersubsidi, telah runtuh di Bener Meriah. Ketidaktepatan harga dan distribusi membuktikan bahwa sistem pengawasan pemerintah daerah lemah, tumpul, dan diduga penuh kompromi.
GMNI Mendesak Langkah Nyata:
1. Audit Jalur Distribusi: Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan Kabupaten Bener Meriah harus segera melakukan audit menyeluruh dari tingkat distributor hingga pengecer untuk menelusuri potensi permainan harga.
2. Sikat Mafia Pupuk: Polres dan Kejaksaan Negeri Bener Meriah harus membuka penyelidikan resmi terhadap dugaan penimbunan, permainan kuota, serta penyaluran pupuk yang tidak tepat sasaran.
3. Buka Data e-RDKK Secara Transparan: Pemerintah daerah wajib membuka data e-RDKKdan realisasi alokasi pupuk subsidi kepada publik agar masyarakat dapat ikut mengawasi.
“Pupuk bersubsidi adalah wujud kehadiran negara di tengah rakyat kecil. Ketika distribusinya dikuasai oleh mafia, maka negara sedang absen dari tanggung jawabnya!” ujar Afrian Toga dengan nada tegas. GMNI berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi keadilan agraria dan tegaknya supremasi hukum di daerah penghasil kopi terbaik Aceh itu.
GMNI juga mengingatkan, setiap pihak yang terbukti melanggar HET pupuk bersubsidi dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta ketentuan hukum tentang penyelewengan subsidi negara.
Sebagai informasi tambahan, Keputusan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) No. 04/KPTS/RC.210/B/01/2024 telah mempermudah akses petani terhadap pupuk bersubsidi hanya dengan KTP, sehingga alasan “tidak memiliki kartu tani” tidak lagi bisa dijadikan pembenaran untuk praktik penyelewengan.
GMNI Menegaskan:
“Siapa pun yang mempermainkan pupuk bersubsidi, sama halnya mempermainkan perut petani dan masa depan pangan bangsa. Kami tidak akan diam!”