Breaking News
UMUM  

Stop PDAM Jadi Pelarian Pengangguran! Kriteria Direktur Tirta Tawar Harus Jelas: Sarjana Teknik atau Jangan Sama Sekali

Ilustrasi Air PDAM yang mampet. Foto: Net

TAKENGON | KenNews.id — Sudah waktunya kita berhenti memperlakukan jabatan direktur perusahaan daerah—termasuk PDAM—sebagai pelampiasan dari gelombang pengangguran terdidik. Dalam kriteria pemilihan direktur PDAM, sudah seharusnya dituliskan secara tegas dan lugas: Sarjana Teknik yang relevan, bukan sekadar lulusan S1 tanpa arah.

Seperti diketahui, Pemerintah Daerah Aceh Tengah telah mengumumkan seleksi pemilihan Direktur PDAM Tirta Tawar Takengon, yang salah satu syaratnya adalah Sarjana S1.

Hal ini disampaikan langsung oleh tokoh muda Ikhlas kepada KenNews.id, Sabtu, 2 Agustus 2025. Ia menegaskan bahwa perubahan kriteria ini bukan soal diskriminasi akademik, tapi soal efisiensi, profesionalitas, dan keberanian melawan budaya asal comot dalam birokrasi.

“PDAM itu bukan warung kopi. Mengelola distribusi air bersih, sistem perpipaan, tekanan hidrolik, hingga manajemen limbah, bukan kerja main-main. Harus ada latar belakang keilmuan yang tepat. Bukan sekadar sarjana yang bingung mau kerja apa,” tegas Ikhlas.

Selama ini, syarat “S1 sederajat” menjadi celah besar yang dimanfaatkan sebagian pencari kerja—bukan karena mereka berminat mengelola air bersih untuk masyarakat, tapi semata-mata agar punya pekerjaan. Imbasnya? Jabatan penting diisi oleh orang yang gagap teknologi, gagal strategi, dan akhirnya gagal fungsi. Yang menderita? Masyarakat.

PDAM sebagai entitas vital pelayanan publik memerlukan pemimpin yang menguasai aspek teknis dan manajerial. Seorang direktur PDAM idealnya memiliki latar belakang Sarjana Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, atau Teknik Mesin—minimal. Kenapa? Karena kerusakan jaringan, kebocoran, kapasitas reservoir, sampai kalkulasi kebutuhan air per liter per kapita bukan urusan Google dan insting, tapi soal hitung-hitungan teknik yang rumit.

“Ini bukan diskriminasi, ini penyaringan profesional. Kita mau orang yang paham sistem air bersih, bukan yang sekadar paham sistem birokrasi,” lanjut Ikhlas.

Tindakan memperketat kriteria ini juga sekaligus memfilter niat. Jika seseorang mendaftar hanya untuk menghindari status jobless, maka ia akan berpikir dua kali ketika syaratnya begitu teknis dan spesifik. Dengan kata lain: PDAM bukan tempat pelarian pengangguran, tapi tempat pengabdian bagi profesional.

Jadi, pertanyaannya sekarang: kita mau air bersih dikelola oleh insinyur atau oleh sarjana yang tersesat?

Sudah saatnya kita bersuara: Kualifikasi bukan formalitas, tapi fondasi. PDAM butuh direktur teknokrat, bukan sekadar sarjana penuh tekad tapi nol kompetensi.


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca