TAKENGON | KenNews.id – Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, sebuah simbol tak lazim berkibar di beberapa penjuru negeri. Bukan sekadar bendera merah putih yang gagah berdiri, tapi di bawahnya, terpasang bendera hitam bertengkorak — Jolly Roger, ikon bajak laut dari manga One Piece. Di beberapa sudut jalan raya, bahkan terikat di bak dan besi spion truk-truk yang melintasi jalan nasional. Juga dipasang pada sepeda motor. Simbol fiktif yang selama ini hanya milik dunia hiburan, kini menjelma jadi tanda nyata perlawanan
Pemerintah, mengutip dari Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara Nomor B-20/M/S/TU.00.03/07/2025, tentang pemasangan bendera merah putih untuk peringatan HUT ke-80 RI dilakukan pada tanggal 1-31 Agustus 2025.
Kepolosian Resor Aceh Tengah, juga telah mengeluarkan himbauan untuk pemasangan Bendera merah putihmenyambut peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80.
Bagi sebagian orang, ini mungkin dianggap remeh — sekadar tren anak muda penggemar anime. Tapi jika dicermati lebih dalam, pengibaran Jolly Roger di momen sakral menjelang 17 Agustus bukanlah tanpa makna. Ia adalah teriakan diam dari rakyat kecil yang mulai lelah bersuara tapi tak didengar. Ketika jalur resmi disumbat birokrasi dan kritik disapu dengan stigma anti-negara, maka simbol fiksi pun dipeluk sebagai saluran ekspresi.
Bendera Jolly Roger bukan hanya tentang bajak laut. Dalam narasi One Piece, ia adalah lambang kelompok yang menolak tunduk pada sistem dunia yang korup. Mereka mengarungi samudera untuk mencari “keadilan” versi mereka sendiri. Dan ketika simbol itu mulai dikibarkan di tanah air, patut ditanyakan: seberapa korup sistem ini hingga rakyat lebih memilih identitas bajak laut ketimbang jadi bagian dari “kerajaan”?
Tidak semua senang. Dikutip KenNews dari detik.com, Kamis, 31 Juli 2025. Legislator DPR RI dari Partai Golkar, Firman Soebagyo, menyebut pengibaran bendera bajak laut sebagai provokasi dan merendahkan wibawa pemerintah.
Tapi wibawa macam apa yang hendak dijatuhkan, jika rakyat sendiri merasa tak lagi diberi tempat? Jika wibawa itu hanya berdiri di atas angka inflasi dan seremoni, namun tak menyentuh perut rakyat, maka pengibaran Jolly Roger adalah tamparan yang mestinya membuka mata, bukan ditertawakan atau diberangus.
Ada yang memasangnya di bawah bendera merah putih — bukan untuk merendahkan, tapi mungkin untuk berkata: “Kami masih cinta negeri ini, tapi kecewa pada yang mengurusnya.” Di jalanan, truk-truk pengangkut barang kini tak hanya membawa logistik, tapi juga amarah yang dibungkus simbol fiksi, perahu nelayan juga tak luput memasang bendera ini.
Jolly Roger bukan bendera resmi, itu jelas. Tapi ketika bendera itu lebih mewakili perasaan rakyat daripada pidato kenegaraan, maka mungkin sudah saatnya kita berhenti menyalahkan si pengibar — dan mulai bertanya, siapa yang menciptakan rasa kecewa sebesar itu?
Di negeri merdeka, ekspresi semestinya tak selalu harus manis. Kadang, simbol bajak laut pun bisa lebih jujur dari seribu baliho bergambar pejabat.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.