TAKENGON, 27 Juli 2025 — Malam belum sepenuhnya turun ketika sebuah jeritan panjang menggema dari Basecamp pendakian di Kampung Nosar kecamatan Bintang, Aceh Tengah. Bukan suara bahagia pendaki yang baru saja kembali dari Gunung Burni Kelieten, melainkan suara seorang perempuan muda umur sekitar 20 tahun yang meronta seperti sedang ditarik dari dua dimensi berbeda. Ia baru saja turun dari puncak, dan detik kemudian, tubuhnya menggigil, matanya kosong, lalu berteriak histeris: kesurupan.
Perempuan pendaki itu diketahui berasal dari luar daerah dan memulai pendakian ke Gunung Burni Kelieten pada Sabtu, 26 Juli 2025. Ia bersama tiga ratus pendaki rekannya bermalam di puncak yang sering disebut masyarakat sebagai “tanah bertuah”, tempat di mana kabut tebal turun tanpa aba-aba dan burung tak berkicau setelah magrib. Namun baru setelah perjalanan turun dan tiba di Basecamp Nosar pada Minggu malam, 27 Juli 2025, sesuatu yang tak kasat mata mengambil alih kesadarannya.
“Dia tiba-tiba diam, lalu teriak-teriak, matanya putih semua. Suaranya bukan lagi suara dia,” kata salah satu saksi, Afghan yang juga tokoh pemuda kampung yang berada di Basecamp pada saat kejadian.
Isu mistis bukan hal baru di Burni Kelieten. Gunung yang berdiri kokoh di jantung Aceh Tengah itu dikenal memiliki jalur sunyi yang menembus hutan perawan. Banyak pendaki lokal percaya bahwa tempat itu dijaga oleh “penunggu”, makhluk tak terlihat yang tak suka diganggu—terutama oleh mereka yang tak menghormati batas-batas tak tertulis dan tidak bersih lahir bathin.
Namun benarkah ini semata gangguan gaib? Atau ada penjelasan lain?
Penjelasan Ilmiah Tentang Fenomena “Kesurupan” di Gunung
Meskipun tampak seperti fenomena supranatural, kejadian seperti kesurupan sebenarnya dapat dijelaskan melalui lensa ilmiah, khususnya dalam kajian psikologi, medis, dan neurobiologi, seperti dikutip dari berbagai sumber:
1. Kelelahan Fisik dan Stres Mental
Pendakian gunung adalah aktivitas ekstrem yang memaksa tubuh bekerja di luar batas normal. Ketika seseorang mengalami kelelahan parah, sistem saraf menjadi rentan. Jika dibarengi kurang tidur dan paparan lingkungan yang asing, otak bisa mengalami transient dissociative states — kondisi kesadaran terganggu sementara.
2. Hypoxia atau Kekurangan Oksigen
Di ketinggian tertentu, oksigen mulai menipis. Hipoksia ringan bisa memicu halusinasi, kebingungan, hingga perubahan perilaku. Dalam banyak kasus, orang bisa merasa “kerasukan” karena kesadaran mereka berubah akibat tekanan oksigen rendah di otak.
3. Pengaruh Sugesti dan Psikologis Kolektif
Lingkungan pendakian yang sunyi, cerita mistis dari masyarakat lokal, serta tekanan kelompok bisa memunculkan apa yang disebut mass psychogenic illness — gangguan psikologis yang menyebar di antara orang-orang dalam kelompok. Seorang pendaki yang cenderung sugestif akan lebih mudah mengalami “kesurupan” dalam kondisi ekstrem.
4. Gangguan Neuropsikiatri atau Epilepsi Temporal
Dalam beberapa kasus, apa yang disebut kesurupan adalah gejala dari gangguan saraf seperti epilepsi lobus temporal, yang memunculkan kejang halus, perubahan kesadaran, dan pengalaman spiritual intens.
Namun, realitas di lapangan tidak selalu sejalan dengan teori. Ketika langit Burni Kelieten mulai gelap dan angin bersiul dari antara pepohonan tua, logika sering kali kalah oleh rasa takut purba yang merayap di tulang belakang.
Perempuan itu kini sudah sadar, di bantu oleh tetua yang sering dipanggil kakek Abu Bakar Aman Alia, Tapi kata warga, sebelum sadar, ia sempat berbicara dengan suara berat dan menyebut nama yang tak dikenal siapa pun di timnya. Nama yang konon adalah penjaga lama puncak Burni Kelieten.
Gunung boleh didaki, tapi jangan lupa—setiap tempat punya penjaganya. Dan tidak semua pendaki pulang hanya membawa kenangan. Ada yang membawa lebih dari itu. Ada yang membawa bayangan.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.