Breaking News
UMUM  

Saldo Tak Sampai Rp5 Juta: Potret Ekonomi Suram Warga Aceh Tengah

TAKENGON, KenNews. id – Di antara panas gersang dan hutan merangas yang rentan terbakar, dan munculnya harapan dengan bunga kopi Arabika Gayo yang mulai mekar, terselip kenyataan getir yang selama ini luput dari perhatian publik: saldo tabungan masyarakat Aceh Tengah ternyata nyaris kosong. Bukan dari data resmi pemerintah, tetapi dari sisa-sisa kehidupan yang tercecer di tempat sampah.

Di sejumlah ATM di kawasan kota Takengon, yang dipantau KenNews.id, Sabtu, 26 Juli 2025, struk penarikan uang yang dibuang oleh nasabah menunjukkan satu pola mencolok: tidak satu pun saldo yang tercatat menyentuh angka Rp5 juta. Sebagian bahkan hanya ratusan ribu rupiah. Ini bukan fenomena satu-dua orang. Ini cerminan ekonomi sebuah daerah.

“Saya hanya bisa ambil Rp50 ribu,” ujar Ani (bukan nama sebenarnya), ibu rumah tangga di Kecamatan Bebesen, sambil membuang struk ke tempat sampah

Kemiskinan yang Tersembunyi

Aceh Tengah selama ini dikenal sebagai kabupaten penghasil kopi arabika berkualitas ekspor. Tapi seolah paradoks, para petani yang menjadi tulang punggung komoditas unggulan ini justru hidup di batas subsisten. Kopi yang ditanam petani belum panen raya, malah di beberapa kecamatan baru muncul bunga, dan peluang mendapatkan uang dari tanaman holtikultura juga belum menghasilkan

“Penghasilan kopi kemarin sudah habis, bayar sekolah anak, dan belanja dapur. Tidak ada yang tersisa untuk ditabung,” kata Amran, petani kopi di Bebesen, yang baru beberapa minggu yang lalu mengantar anaknya ke sebuah Pesantren di Banda Aceh

Realita ini diperparah dengan masih rendahnya pendapatan tetap, terutama dari kelompok buruh tani, pedagang kecil, dan tenaga honorer. Di satu sisi, gaya hidup kota kecil yang mulai terpengaruh konsumsi urban menambah beban psikologis masyarakat untuk tetap “terlihat mampu”, padahal rekening mereka nyaris kosong.

Pemerintah Sibuk, Rakyat Menjerit

Sementara Dedi, seorang tukang batu yang biasa bekerja di proyek Pemerintah di Aceh Tengah, mengeluh karena belum ada proyek berjalan, sehingga dia tidak bekerja alias menganggur.

Sayangnya orang seperti Dedi dan petani kecil lainnya, masih harus antre di ATM untuk menarik sisa uang belanja yang tak seberapa. Mereka yang hidup dari gaji kecil, hasil panen yang tak seberapa, atau usaha kecil yang kian terjepit, tidak merasakan “kemajuan”.

Di Balik Angka, Ada Jeritan

Fenomena struk ATM ini seharusnya menjadi sinyal bahaya. Ia menunjukkan bahwa ketahanan finansial masyarakat Aceh Tengah sangat rapuh. Satu kejadian darurat – entah sakit, sekolah anak, atau gagal panen – bisa menjatuhkan mereka ke jurang kemiskinan yang lebih dalam.

Apakah pemerintah daerah hanya akan diam? Ataukah mulai menyusun ulang prioritas pembangunan agar benar-benar menyentuh dapur rakyat?

Aceh Tengah tak kekurangan sumber daya. Yang kurang adalah keberpihakan dan ketulusan kebijakan untuk menyejahterakan rakyat paling bawah. Selama itu tidak diubah, maka lembaran struk dengan saldo tipis akan terus menghuni tempat sampah — dan nasib ekonomi masyarakat akan tetap stagnan, dalam diam yang memprihatinkan.


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca