TAKENGON, KenNews.id – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tawar Aceh Tengah sedang berada di persimpangan krusial. Air tak lagi mengalir sebagaimana mestinya, tekanan lemah, layanan tak responsif, dan keluhan masyarakat terus menumpuk.
“Untuk mandi wajib dan BAB saja sudah susah karena air tak mengalir ke rumah,” kata Ikhsan Kobat kepada KenNews.id, Senin, 14 Juli 2025.
Di balik persoalan teknis ini, ada satu pertanyaan yang lebih mendesak dari sekadar kapan air akan kembali normal: Siapa yang akan menjadi Direktur selanjutnya?
Pertanyaan ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah soal hidup dan mati sistem pelayanan publik yang mengalir langsung ke keran dapur warga. Jabatan Direktur PDAM bukan kursi balas jasa politik, bukan tempat parkir sementara bagi mereka yang kalah dalam kontestasi kekuasaan. Ini adalah posisi teknis strategis yang menuntut kompetensi, kepemimpinan, dan pemahaman mendalam terhadap sistem distribusi air minum.
Menurut mantan Direktur Teknis PDAM Tirta Tawar, Iskandi Melala, salah satu masalah utama PDAM Tirta Tawar adalah infrastruktur pipanisasi yang sudah uzur:
“Pipa-pipa yang kita pakai banyak yang berasal dari tahun 1980-an. Secara teknis, sudah tidak mampu lagi mengalirkan air dengan tekanan maksimal. Sebaiknya revitalisasi total,” kata Iskandi yang juga merupakan seorang konsultan.
Pernyataan ini seharusnya menjadi alarm keras bagi siapa pun yang akan duduk sebagai Direktur berikutnya. Tugasnya bukan sekadar memperbaiki keran yang bocor, tapi mendesain ulang sistem, merancang solusi jangka panjang, dan memastikan air benar-benar mengalir, bukan hanya dalam laporan rapat.
Menurut Iskandi, Direktur yang akan datang harus memenuhi syarat.
“Memiliki pemahaman teknis yang kuat dan idealnya bersertifikasi,” tambah Iskandi
Kandi menyebutkan, sebaiknya lulusan teknik sipil atau lingkungan, tapi harus punya pengetahuan yang cukup tentang jaringan distribusi air, tekanan, elevasi, hingga sistem pengolahan.
Persyaratan yang dikatakan Iskandi itu penting karena air tidak bisa mengalir dengan lobi, tapi dengan ilmu.
Ke depan manajemen PDAM harus meninggalkan tambal sulam, dan fokus pada pembenahan infrastruktur dari akar. Jika tidak, pipa dari era 1980-an akan terus jadi sumber kegagalan sistemik.
PDAM Tirta Tawar Aceh Tengah butuh direktur yang bisa membuka peta jaringan, menelusuri tekanan air dari intake sampai ke keran rumah, dan tahu persis kenapa satu daerah selalu mati air.
Kalau kita salah pilih direktur lagi, maka jangan salahkan siapa pun saat keluhan terus mengalir, tapi air tetap tidak.
Air adalah hak dasar. Maka Direktur PDAM berikutnya haruslah seseorang yang paham bahwa memimpin PDAM bukan tentang jabatan—tapi tentang memastikan setiap rumah, setiap anak, dan setiap ibu bisa hidup layak karena air mengalir. Bukan besok. Tapi sekarang.
Dan itu hanya mungkin jika direktur yang datang adalah orang yang tepat.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.