Breaking News
Puisi  

Kami yang Tak Menyerah pada Angka-Angka yang Patah

Oleh Jane Loxe

Kala kebohongan dikepang menjadi mahkota,
dan kepalsuan diarak bagai pahlawan—
kami tetap berdiri di papan tulis yang retak,
menulis 1 + 1 = 2 dengan kapur yang berdebu.

Mereka bilang:
“Kebenaran itu elastis, bisa diregangkan seperti karet gelang, dipintal jadi tali untuk mengikat mulut yang menjerit.”

Tapi kami hanya tersenyum,
karena matematika tak pernah kenal kompromi.

Jeruji besi itu mungkin berkarat,
tapi setiap karat adalah bukti bahwa logam tak abadi.

Para penguasa boleh menari di panggung ilusi, sementara kami mengajarkan anak-anak
membaca bintang di balik awan asap kebohongan.

Mereka mengganti fakta jadi dongeng,
tapi di laboratorium kami, mikroskop tetap membisikkan:
“Sel kanker korupsi tumbuh subur di tubuh negara, dan hanya kejujuran yang bisa jadi radiasi penyembuh.”

Benar, Kawan—kadang kami seperti Sisyphus
menggulingkan batu prinsip ke puncak bukit,
tapi setiap kali batu itu jatuh, kami meninggalkan goresan di lereng yang kelak
dibaca oleh generasi yang lebih pemberani.

Sejarah mungkin mencatat universitas-universitas yang tumbang, tapi api kecil di ruang baca perpustakaan tua tak pernah padam.
Para antek berkacamata emas boleh membakar arsip, tapi algoritma keadilan tetap berdetak di dalam kode-kode yang tak bisa mereka retas.

Mereka lupa:
Tahta adalah pasir yang bisa hilang diterjang hujan, dan harta hanya debu yang menempel di sepatu.

Kami? Kami tetap di sini—
menyusun persamaan dan reaksi kimia di tengah gemuruh dusta,
merajut benang-benang logika
yang kelak menjadi jaring untuk menjerat keangkuhan zaman.


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca