Breaking News

Banda Aceh: Kota yang Menyimpan Azan Dalam Dinding-Dinding

Puisi Esai LK Ara

I. Kota Doa dan Darah
Ada kota yang dibangun dari doa,
dari takbir yang menetes di batu nisan,
dari air wudhu yang menyatu dengan tanah,
itulah Banda Aceh, kota yang pernah bernama Darussalam—
negeri damai yang juga ladang darah.

Di sini, waktu berjalan dalam dua jalur:
satu menuju surga,
satu menuju laut yang pernah menelan segalanya.

“Kami bukan hanya korban tsunami,”
kata suara dalam angin Masjid Raya Baiturrahman,
“kami adalah penjaga kitab yang tak selesai dibaca,
tulisan para ulama, dan luka yang tak ingin dikeringkan begitu saja.”

II. Jejak Ulama dan Pejuang
Teungku Di Tiro berbisik di sela daun,
namanya tertulis dalam reruntuhan,
dalam kalimat zikir yang melayang di udara,
ia yang menentang peluru Belanda dengan iman.

Mereka yang berdiri di puncak bukit,
menatap langit merah dengan mata berkobar,
mengukir sejarah dengan darah dan suara azan,
menjadi batu pijakan bagi generasi yang bangkit.

III. Tsunami: Laut yang Makan Kota
Pada malam yang tak terlupakan,
ombak menjilat kota dengan ganas,
menenggelamkan rumah dan harapan,
membawa tangis dalam tiap deburannya.

Tapi dari reruntuhan itu tumbuh harapan,
seperti bunga liar yang menolak layu,
menyulam luka menjadi taman baru,
melukis masa depan dengan warna keberanian.

IV. Hidup dan Bangkit
Di jalan-jalan yang kini bersih,
anak-anak bermain di bawah langit yang cerah,
suara azan kembali menggema,
mengingatkan bahwa hidup harus terus berjalan.

Masjid Raya bukan hanya tempat ibadah,
tapi tubuh yang bernapas,
yang menampung doa dan harapan,
dan mengajarkan kita arti keteguhan.

V. Damai dan Luka yang Tersisa
Banda Aceh juga kota perdamaian,
yang menyimpan luka lama dalam diam,
tempat peluru dan zikir berdampingan,
mengajarkan bahwa kemenangan bukan hanya perang,
tapi juga hati yang mampu memaafkan.

Di malam hening,
ketika azan menjadi cahaya yang menuntun,
kita tahu Banda Aceh adalah saksi—
antara keteguhan dan kehilangan,
antara iman dan tanah yang terus bergolak.

Kalanareh, Mei 2025

Catatan Kaki:
1. Darussalam adalah nama lama Banda Aceh yang berarti “negeri damai”, menunjukkan peran sejarahnya sebagai pusat kekuasaan dan dakwah Islam.
2. Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman adalah tokoh ulama dan pejuang kemerdekaan Aceh yang memimpin perlawanan terhadap kolonial Belanda.
3. Masjid Raya Baiturrahman, ikon kota Banda Aceh, menjadi saksi sejarah dari masa kolonial hingga masa rehabilitasi pascatsunami.
4. Tsunami 2004 adalah tragedi besar yang menewaskan lebih dari 150.000 orang di Aceh, namun menjadi titik balik bagi pembangunan, perdamaian, dan spiritualitas.
5. Perdamaian Aceh ditandai oleh penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, mengakhiri konflik panjang antara Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia.


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca