Breaking News

Rumah yang Diserang Tanpa Perang (Lalat di Rusip)

Puisi esai LK Ara

I. Sayap Hitam dari Perut Negeri

Pagi belum membuka matanya,
tapi sudah ada dengung seperti doa yang salah alamat.
Ia datang dari langit rendah,
dari arah tempat segala sisa dibuang tanpa rasa bersalah.
Bukan hujan yang jatuh,
melainkan lalat-lalat seukuran dendam kecil
yang hinggap di piring, tubuh bayi, dan luka lama.

Negeri ini membuang dengan mata tertutup,
sementara sayap-sayap busuk menghafal jalan pulang.
Kami yang tak ikut makan pesta,
malah dimuntahi sisa jamuan.

Di Rusip Antara,
setiap dinding rumah menjadi ladang perang.
Warga menggantung lem seperti ayat pelindung,
berharap makhluk-makhluk hitam itu terjebak
dalam doa yang lengket dan putus asa.
Tapi lalat-lalat itu cerdas,
seperti birokrasi yang tahu cara lolos dari tanggung jawab.

Mereka datang bukan membawa pesan,
tapi mengirim bau dari tumpukan ketidakpedulian.
Seperti utusan kota yang pura-pura tuli,
dan hanya datang saat kamera menyala.

II. Bau yang Tak Bisa Ditutup dengan Parfum

Di kaki gunung,
ada luka yang tak berdarah tapi menyebar.
Tempat pembuangan akhir itu bukan kuburan sampah,
melainkan mesin pengirim musibah berwajah birokratis.
Setiap kali lalat terbang,
ada bau keputusan yang tak pernah ditimbang
dengan napas rakyat kecil.

TPA berdiri seperti altar para pembuang,
yang tak pernah datang ke lokasi persembahan.
Kami korban asap yang tak tampak,
dan serangga yang menyampaikan nota protes.

Bu Sari menutupi air gulanya dengan piring,
tapi lalat lebih cepat dari doa.
Pak Raji menutup luka anaknya dengan daun sirih,
tapi lalat lebih pintar dari aturan medis.
Kami hidup dalam sergapan
yang tak bisa ditangkal dengan semprotan toko.

Apa nama keadilan bagi yang diserang diam-diam?
Apa arti “layak huni” bila lalat jadi tetangga tetap?
Kami tak punya kuasa,
tapi masih punya kesadaran untuk mencatat bau.

Catatan Kaki:
1. Metafora sebagai Protes: Lalat dalam puisi ini mewakili sampah, kelalaian, dan dampak tak terlihat dari sistem yang membuang tanpa menyelesaikan. Sayap hitam melambangkan penyebaran masalah dari pusat ke pinggiran.
2. Rusip Antara dalam Bahaya: Serangan lalat dari TPA Uer Tetemi ke Kecamatan Rusip Antara menjadi simbol bagaimana wilayah pinggiran sering menerima beban tanpa bagian dari keputusan.
3. Lingkungan dan Martabat: Udara bersih, rumah tanpa hama, dan makanan yang aman adalah bagian dari martabat hidup manusia. Ketika itu semua terancam, maka sesungguhnya negeri telah membuang lebih dari sekadar sampah—ia membuang kemanusiaannya sendiri. ‎


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca