Puisi Esai LK Ara
Kita hidup di antara telinga-telinga selebar teratai,
mendengar segalanya—
isu tanah adat, proyek desa, tiang masjid yang digerogoti,
tapi memilih untuk tidur.
Kita tahu siapa yang menjual,
siapa yang menggaruk anggaran,
siapa yang menyulap musyawarah jadi arena dagang.
Tapi kita… diam,
seperti gong kosong yang hanya nyaring saat dipukul.
Rumah dinas dibangun dari urat nelayan,
kantor desa berdiri di atas hutang ibu-ibu yang menjual cincin pernikahan.
Anak-anak kehilangan buku,
sementara “taman selfie” terus tumbuh dari dana desa.
Di situ,
serigala memakai parfum demokrasi.
Mereka hafal ayat,
tapi lupa keadilan.
Dan kita?
Kita jadi angin yang tersesat di antara daun-daun berita,
mendengar tapi tidak menyimak,
melihat tapi memilih rabun.
Bangunlah.
Sebelum gong tak lagi bisa dibunyikan,
dan tanah ini berhenti memberi makan.
Karena saat itu tiba,
telinga selebar apa pun tak akan berguna.
Bagikan jika Anda masih punya nurani yang belum tertidur.*
Bangunlah—sebelum kita semua menjadi patung perunggu
di taman sejarah yang dibangun dari utang moral.
Bangunlah—sebelum tanah ini menolak menyuburkan janji.
Karena saat semua berubah menjadi abu,
kita baru sadar:
gong yang kita pukul selama ini kosong¹².
Catatan Kaki:
- Negeri peluh dan kopi”* — Mengacu pada wilayah Gayo yang dikenal dengan kopi terbaiknya, sekaligus ironi atas penderitaan masyarakat di tengah kekayaan alam.
2 Aroma daging”* — Metafora untuk suap, imbalan, atau keuntungan material. - Telinga teratai”* — Simbol dari keindahan yang pasif, hanya menyerap tanpa mencipta.
- Irama amplop”* — Simbol korupsi, praktik uang tutup mulut atau suap.
- Kursi empuk dari urat nelayan…”* — Metafora ketimpangan sosial; kenyamanan elite dibangun dari penderitaan rakyat kecil.
- Serigala berpakaian musyawarah”* — Metafora bagi pejabat korup yang tampak alim, bersolek dalam kemunafikan kolektif.
- Taman selfie”* — Kritik terhadap proyek-proyek pencitraan yang tak menyentuh kebutuhan esensial masyarakat.
- Angin yang tersesat…”* — Gambar manusia modern yang tersesat dalam lautan informasi palsu.
- LHKPN* — Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; indikator transparansi pejabat publik.
- APBD* — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; acuan utama dalam pengelolaan keuangan publik di tingkat lokal.
- Gong kosong”* — Metafora untuk suara lantang tanpa isi; kritik terhadap pidato, janji, dan propaganda yang tidak mewujud.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.