Aceh Tengah adalah tanah penuh potensi—dari pesona Danau Laut Tawar hingga semangat rakyat yang tak pernah padam. Namun, ketika kita bicara tentang pembangunan, terutama dalam sektor perumahan dan permukiman, ada satu hal yang sulit untuk disembunyikan: kekecewaan publik terhadap kinerja Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman saat ini.
Mari kita sebut fakta paling menyakitkan: masjid yang mangkrak, Masjid Kuala II Bintang. Sebuah rumah ibadah, simbol spiritual dan kebanggaan umat, justru berubah menjadi monumen dari kegagalan birokrasi. Warga bertanya-tanya: mengapa pembangunan tak kunjung selesai? Anggaran sudah digelontorkan, papan proyek sudah terpampang, namun yang tersisa hanyalah tiang-tiang beton bisu yang mematung, seolah mengejek harapan masyarakat.
Apakah ini karena kurangnya anggaran? Tidak. Apakah ini karena bencana alam? Juga bukan. Ini soal kepemimpinan yang lemah, tidak kompeten, dan lebih sibuk menjaga jabatan daripada bekerja nyata.
Kepala Dinas bukan hanya pejabat administratif. Ia adalah arsitek dari wajah kota dan kampung. Ia seharusnya menjadi penggerak, bukan penghambat. Tapi kenyataannya, yang kita lihat justru sederet proyek stagnan, laporan tanpa aksi, dan janji-janji manis yang basi sebelum ditepati.
Apakah rakyat Aceh Tengah harus terus bersabar sementara harapan mereka dirampas oleh ketidakmampuan seorang pejabat yang seharusnya melayani? Kita tidak sedang bicara soal proyek kecil, ini soal hak dasar masyarakat: tempat ibadah, tempat tinggal, dan infrastruktur yang layak.
Sudah saatnya Bupati Aceh Tengah membuka mata. Sudah cukup kita membayar mahal untuk kegagalan. Waktunya menunjuk sosok baru—pejabat yang berani, transparan, dan kompeten. Bukan yang hanya pandai bermain aman dan bersembunyi di balik meja kerja.
Pergantian ini bukan sekadar rotasi jabatan. Ini adalah tuntutan publik. Ini tentang menegakkan integritas, memulihkan kepercayaan, dan memastikan bahwa pembangunan benar-benar menyentuh rakyat.
Aceh Tengah butuh figur yang tak hanya bisa membuat perencanaan indah di atas kertas, tapi juga bisa menyulap visi menjadi realitas. Yang bisa berdiri di lapangan, bukan hanya di ruang rapat. Yang bisa menyelesaikan masjid, bukan meninggalkannya sebagai bangunan terbengkalai.
Jika pemimpin daerah serius ingin meninggalkan legacy, maka dimulai dari sini: berhentikan Kepala Dinas yang gagal, dan gantilah dengan seseorang yang pantas.