Breaking News
OPINI  

RSUD Datu Beru: Antrean Obat yang Tak Berkesudahan

Oleh: Rizki Rahayu Fitri

Pelayanan publik yang prima bukan hanya dinilai dari megahnya gedung atau banyaknya alat medis canggih, melainkan dari kecepatan dan ketepatan layanan yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.

Salah satu titik krusial dalam pelayanan rumah sakit adalah instalasi farmasi, tempat dimana resep dokter bertransformasi menjadi langkah konkret menuju kesembuhan pasien.

Di RSUD Datu Beru Takengon, rumah sakit rujukan utama di dataran tinggi Gayo, pelayanan farmasi menjadi sorotan tajam belakangan ini.

Bukan karena kualitas obat yang buruk, melainkan karena sistem pelayanan yang lambat.

Data terakhir dari tahun 2019 menyebut bahwa 91,8% pasien merasa puas dengan keandalan layanan farmasi RSUD Datu Beru. Bahkan aspek-aspek lain seperti tangible (66,3%), assurance (64,3%), dan responsiveness (55,1%) dinilai cukup baik.

Namun, realita 2025 di lapangan hari ini menunjukkan bahwa angka statistik tidak selalu sejalan dengan pengalaman empiris masyarakat.

Kondisi antrean obat hari ini layaknya antrean sembako. Pasien menumpuk di ruang tunggu farmasi, berdesakan, tanpa sistem antrean yang efisien.

Nama pasien hanya dipanggil tiga orang per giliran, terlepas dari berapa banyak obat yang sudah selesai diracik.

Banyak pasien menunggu hingga dua jam lebih hanya untuk mendapatkan obat standar yang sebenarnya tidak memerlukan waktu racik lama.

Tidak hanya itu, resep obat yang sudah diletakkan dalam keranjang sering hilang, tertukar, atau bahkan tidak diproses sama sekali karena kealpaan pegawai. Hal ini sangat berisiko.

Rumah sakit adalah ruang publik dengan kerentanan tinggi terhadap penyebaran penyakit. Ketika pasien non-infeksius harus berlama-lama di tempat yang sama dengan pasien infeksius hanya karena antrean obat, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kesabaran, tetapi juga keselamatan kesehatan masyarakat itu sendiri.

Lambannya pelayanan ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya tenaga farmasi, namun bukan tidak mungkin juga karena lemahnya manajemen sistem kerja.

Rumah sakit yang ideal seharusnya memiliki sistem antrean digital, pemindahan resep berbasis barcode, hingga sistem pemanggilan otomatis berbasis suara.

Saat ini, semua itu belum optimal. Jika tenaga kerja menjadi masalah, maka pemerintah daerah dan manajemen rumah sakit perlu membuka rekrutmen terbatas atau melakukan rotasi staf.

Namun bila akar persoalan ada pada kultur birokrasi internal yang tidak adaptif terhadap inovasi pelayanan, maka yang dibutuhkan adalah perubahan paradigma. Pasien tidak bisa terus-menerus diminta untuk ‘memaklumi’ keterlambatan pelayanan.

Rumah sakit bukan tempat eksperimen manajerial, melainkan tempat yang menyentuh hak dasar warga negara atas kesehatan.

Ketika pelayanan publik berlangsung lamban, maka negara dalam konteks pelayanan itu bisa dianggap gagal menjalankan amanat konstitusional.

Sudah saatnya RSUD Datu Beru melakukan evaluasi menyeluruh terhadap instalasi farmasi yang selama ini menjadi titik lemah dalam pelayanan rumah sakit.

Evaluasi ini harus dilakukan dengan pendekatan yang menyentuh langsung akar persoalan—mulai dari audit internal terkait waktu tunggu pasien, pemetaan alur distribusi resep, hingga identifikasi potensi hambatan seperti kekurangan tenaga atau sistem antrean manual yang tak lagi relevan.

Rumah sakit perlu bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi digital, termasuk penerapan sistem antrean elektronik dan pemanggilan otomatis berbasis suara untuk mengurangi waktu tunggu serta mencegah kerumunan yang tidak perlu.

Penataan ulang ruang tunggu juga menjadi hal yang mendesak, dengan memperhatikan protokol kesehatan seperti jarak aman, sirkulasi udara, dan pengaturan arus keluar-masuk yang lebih tertib.

Lebih jauh lagi, layanan farmasi online bisa menjadi solusi untuk meringankan beban kerja petugas dan mengurangi kerumunan. Dengan mengembangkan sistem pemesanan resep obat secara daring, pasien dapat memesan obat atau mengirim resep secara elektronik sebelum datang ke rumah sakit, sehingga mereka bisa mengambil obat tanpa harus menunggu terlalu lama di ruang tunggu.

Sistem ini juga memungkinkan petugas farmasi untuk mempersiapkan obat lebih cepat dan efisien, mengurangi kesalahan pengolahan resep, dan mempercepat proses peracikan.

Dengan langkah-langkah pembenahan tersebut, RSUD Datu Beru tidak hanya akan memperbaiki sistem, tetapi juga memulihkan kepercayaan masyarakat.

Sebab sejatinya, rumah sakit bukan hanya tempat pengobatan, melainkan juga ruang harapan yang menuntut profesionalisme dan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam setiap pelayanannya.

SALAM SEHAT!!