Breaking News
UMUM  

Remaja Gayo Bertutur, dan Berbudaya

Oleh: Tazkir, SH, S.Pd, M.Pd

Bertutur dalam budaya Gayo adalah cara seseorang menyapa atau berbicara kepada orang lain, sapaan ini tidak digunakan secara sembarangan, melainkan disesuaikan dengan usia, status sosial, dan hubungan kekerabatan antara si pembicara dan orang yang diajak berbicara. Misalnya anak muda akan menggunakan sapaan berbeda saat berbicara dengan orang tua, teman sebaya, atau adik. Hal ini mencerminkan sikap hormat, sopan santun, dan kedekatan dalam hubungan sosial.

Dalam menghadapi tantangan globalisasi, pendidikan formal dan non-formal, pemanfaatan media sosial, serta keterlibatan dalam kegiatan budaya menjadi faktor penting dalam menjaga tutur tradisional, anak muda dapat tampil sebagai generasi penerus mampu merawat dan memperkaya budaya lokal di tengah derasnya arus perubahan zaman digital saat ini, remaja Gayo perlu memahami dan menggunakan panggilan atau tutur, bukan sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan dan upaya pelestarian terhadap warisan budaya Gayo.

Keluarga memiliki peran penting dalam mengenalkan dan mengajarkan panggilan atau tutur ini kepada anak-anak. Sejak kecil, anak-anak perlu dibiasakan untuk menyapa orang lain dengan cara yang tepat.

Orang tua sebaiknya menjadi teladan dalam penggunaan sapaan, baik di rumah maupun saat berinteraksi dengan masyarakat. Ketika orang tua terbiasa menggunakan tutur yang sopan dan sesuai, anak-anak pun akan menirunya secara alami.

Banyak sapaan atau panggilan digunakan untuk menunjukkan rasa hormat dan kedekatan. Sebagai contoh, kita sering mendengar sapaan seperti “Bapak”, “Ibu”, “Abang”, “Kakak”, “Adik”, atau “Paman”.

Panggilan-panggilan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya dan tata krama yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

Melalui kebiasaan menggunakan panggilan atau tutur yang benar, anak-anak akan belajar nilai-nilai penting seperti sopan santun, penghargaan terhadap orang yang lebih tua, serta pentingnya hidup rukun dan saling menghargai.

Nilai-nilai ini akan membentuk karakter dan perilaku mereka saat tumbuh menjadi remaja dan dewasa nanti. Memahami dan menggunakan tutur dengan benar bukan hanya soal etika, tapi juga bentuk pelestarian budaya.

Dalam budaya Gayo ada beberapa kosa kata dari beberapa sumber dalam bertutur diantaranya,

  1. Rekel : Generasi paling tua
  2. Entah : Turunan dari Rekel
  3. Muyang : Moyang, di bawah Entah
  4. Datu : orang tua dari kakek atau nenek.
  5. Datu Rawan : Oarng tua ( bapak dari kakek)
  6. Datu Banan : Orang tua (Ibu dari kakek)
  7. Awan Pedih : Kakek / orang tua kandung dari Ayah kandung.
  8. Anan Pedih : Nenek / orang tua kandung dari Ibu kandung.
  9. Awan Alik : Kakek (bapak dari ibu)
  10. Anan Alik : Nenek (ibu dari ibu)
  11. Uwe : Kakak tertua dari ibu kandung
  12. Ama Kul : yakni saudara kandung laki-laki yang di panggil abang dari ayah atau adik kandung dari perempuan kakak dari ibu.
  13. Ine Kul : istri dari Ama We/Ama Kaul atau saudara kandung perempuan kakak dari ibu.
  14. Ama : Bapak
  15. Ine : Ibu
  16. Ama Engah : Bapak Engah (tengah), adik dari ayah
  17. Ine Engah : Ibu Engah (tengah), adik dari ibu
  18. Ama Ecek/Ucak : Pakcik (saudara laki-laki bungsu dari bapak)
  19. Ine Ecek/Ucak : Makcik
  20. Encu : Ucu (terbungsu) laki-laki
  21. Encu : Ucu (terbungsu) perempuan
  22. Ibi : Bibi (adik atau kakak kandung ayah)
  23. Kil : Suami dari bibi, apabila bibi ikut suami. (juelen)
  24. Ngah/Encu : Perobahan Kil menjadi Engah atau encu apabila ikut istri (angkap)
  25. Abang : Abang
  26. Aka : Kakak
  27. Engi : Adik
  28. Anak : Anak
  29. Ume : Bisan
  30. Empurah : Mertua (orang tua dari istri)
  31. Tuen : Mertua (bapak dari istri)
  32. Inen Tue : Mertua (ibu dari istri)
  33. Lakun : Sebutan sesama ipar
  34. Inen Duwe : Istri abang dengan istri adiknya abang
  35. Kawe : Istri abang dengan saudara perempuan dari suaminya
  36. Era : Adik laki-laki dari abang dengan istri abang yang bersangkutan
  37. Temude : Abang dari istri
  38. Impel : Anak bibi yang kawin juelen dengan anak dari saudara laki-lakinya (anak saudara perempuan dari ibu)
  39. Kumpu : Cucu
  40. Piut : Cicit
  41. Ungel : Anak semata wayang (tunggal)
  42. Aman Nuwin : Putra pertamanya laki-laki (untuk bapak)
  43. Inen Nuwin : Putra pertamanya laki-laki (untuk ibu)
  44. Aman Nipak : Putra pertamanya perempuan (untuk bapak)
  45. Inen Nipak : Putra pertamanya perempuan (untuk ibu)
  46. Aman Mayak : Remaja (laki-laki yang telah menikah dan belum berketurunan)
  47. Inen Mayak : Remaja (putri yang menikah dan belum berketurunan)
  48. Empun : Perubahan panggilan dari posisi kakek (awan) menjadi Empun dengan memanfaatkan salah satu nama cucu.
  49. Win : Panggilan untuk anak laki-laki
  50. Ipak : Panggilan untuk anak perempuan
  51. Periben : Karena nama bersamaan atau sesama suami dari istri yang bersaudara kandung
  52. Utih, Mok, Item, Ecek, Ucak, Onot : Panggilan kesayangan sementara nama yang bersangkutan bukan itu. Panggilan tersebut boleh jadi karena warna kulit, raut wajah, bentuk badan.
  53. Serinen : Satu saudara kandung baik laki-laki maupun perempuan
  54. Biak : Kenalan yang sudah dipandang sebagai saudara
  55. Dengan : Saudara laki-laki dengan saudara perempuannya (kandung)
  56. Pun : Saudara laki-laki dari ibu
  57. Ine Pun : Istri dari saudara laki-laki dari ibu
  58. Pun Kul : Abang kandung yang sulung dari ibu
  59. Pun Lah : Abang kandung ibu antara sulung dengan yang bungsu
  60. Pun Ucak : Abang kandung ibu yang bungsu
  61. Kile : Menantu laki-laki
  62. Pemen : Menantu Perempuan
  63. Until : Anak saudara kandung perempuan
    (sumber https://acehtengahkab.go.id/berita/kategori/budaya/ragam-tutur-dalam-adat-gayo dan https://lintasgayo.co/2015/06/23/tutur-dan-keharmonisan-masyarakat-gayo/
    Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, penting bagi remaja untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya lokal, salah satunya melalui penggunaan panggilan atau tutur yang sesuai. Jika hal ini terus digunakan maka budaya lokal tutur Gayo akan tetap hidup dan dikenal generasi masa depan.
    (Penulis guru SMA Negeri 1 Bukit Bener Meriah)