TAKENGON, KenNews.id – Pada jaman dahulu, ketika Demokrasi ala one man one vote belum dikenal, pemilihan Raja (Reje) dalam masyarakat Gayo sangat sederhana.
Hal itu dikatakan oleh salah seorang warga Takengon, Mustafa Daud, Senin, 12 Agustus 2024.
“Pada masa itu, Raja hanya dipilih oleh 4 orang perwakilan masyarakat yang duduk dalam struktur sarak opat,” kata Pak Mus, panggilan akrabnya
Sarak Opat merupakan struktur pemerintahan terkecil yang terdiri dari 4 orang, yaitu: Raja, Petue (Ahli), Imam, dan Saudara (Rakyat)
Sehingga ada ungkapan dalam masyarakat Gayo yang berbunyi, “Reje musuket sipet, Petue musidik sasat, Imem Muperlu sunet, Sudere genap mupakat”
Dikutip dari tulisan Mala Hayati di Indonesiana, untuk menjadi Raja atau Pemimpin, Raja senantiasa harus “musuket sipet” yang artinya harus berusaha selalu menegakan keadilan, kebenaran, kasih sayang di antara anggota belahnya.
Ia juga senantiasa harus suci (cuci), supaya dapat mensucikan kehidupan dalam masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam mengambil suatu keputusan, seorang raja harus senantiasa adil dan bijaksana. Ia harus menimbang sama berat dan dapat membayangkan segala akibat dari keputusannya.
Di samping musuket sipet, seperti yang dinyatakan di atas, raja juga harus melakukan peranannya dengan baik menurut norma-norma adat yang tersimpan dalam berbagai ungkapan adat gayo.
Selain itu, hal lain yang menjadi keharusan, Raja harus berasal dari keturunan yang jelas.
“Ada 4 Sunut yang harus dimiliki oleh Raja, sebelum dipilih, salah satunya, jelas asal usul dan keturunannya,” tambah Pak Mus
Sunut merupakan tempat ayam bertelur dalam bahasa Gayo.
Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.