Breaking News

Gara-Gara Menuntut Ganti Rugi, Masyarakat Lokasi PLTA di Aceh Tengah di Kriminalisasi PLN

Kriminalisasi yang dilakukan PLN tidak berhenti sampai di situ. Tanggal 4
Juni 2024, salah seorang pekerja PLTA Peusangan kembali melaporkan tiga orang masyarakat pemilik lahan ke Polres Aceh Tengah atas dugaan tindak pidana penganiayaan.

Kejadian ini berawal saat masyarakat pemilik lahan melarang pekerja PLTA Peusangan untuk melewati jalan Senehen – Burlah.

Karena tidak diperbolehkan lewat oleh masyarakat, seorang pekerja PLTA Peusangan atas nama Andri kemudian mengeluarkan sebilah pisau dan langsung mengancam salah seorang masyarakat bernama Ramadhan.

Melihat kejadian itu, ayah Ramadhan yang bernama Abdurrahman dan seorang warga lainnya bernama Ali Hasan, dibantu oleh pihak kepolisian mencoba melerai dan mengamankan Andri.

Setelah kejadian itu, Andri diamankan dari lokasi oleh pihak kepolisian dan dibawa entah ke mana.

Andri ternyata membuat laporan
polisi atas dugaan tindak pidana yang dilakukan masyarakat. Sore harinya, pihak
kepolisian langsung menangkap Ramadhan, Abdurrahman, dan Ali Hasan.

Larangan untuk tidak menggunakan jalan Senehen Burlah, untuk lalu lalang
kendaraan proyek PLTA Peusangan, sebenarnya didasarkan atas kesepakatan bersama masyarakat dan perangkat desa. Mengingat jalan tersebut terlalu sempit untuk dilalui oleh kendaraan pengangkut material proyek PLTA, sehingga dikhawatirkan akan
menganggu aktivitas masyarakat serta membahayakan anak-anak sekolah.

Reje (Kepala Desa) Senehen telah memberitahukan hal tersebut kepada pihak PLN, namun surat pemberitahuan dari Reje Senehen kepada PT. PLN untuk tidak menggunakan jalan Senehen Burlah menggunakan kendaraan proyek PLTA Peusangan tidak pernah diindahkan.