Ia dikenal sebagai “bapak air”. Mengapa? Karena bukan cuma satu-dua sumur ia bikin. Tak kurang 150 titik sumur sudah ia bangun di teritori binaannya yang terkenal sulit mendapatkan air bersih. Setidaknya ada 200 ribu penduduk yang sudah merasakan program “Bapak Air”. Itu data yang saya catat per tahun 2021. Bisa jadi, jumlahnya lebih besar saat ia mengakhiri tugas.
Bahkan ada kelakar di tengah masyarakat, khususnya di wilayah NTT, bahwa “sapi dan kuda saling melirik jika melihat Maruli lewat. Sapi dan kuda pun tahu, jika Maruli datang, itu artinya air sudah dekat.”
Bersamaan dengan pembuatan sumur, Maruli juga menyentuh sektor ekonomi, khususnya peternakan dan pertanian. Adrenalin kepedulian alam, lingkungan Maruli terbilang serius. Ada suatu masa di tahun 2021, Doni dan Maruli, kedua pecinta pohon ini berkolaborasi menanam pohon flamboyan di sejumlah titik di kawasan wisata Labuanbajo NTT.
Kegiatan ini bahkan secara konsisten dilanjutkan ketika Maruli menjabat Pangkostrad. Dan bukan sebuah ramalan jika saya mengatakan, aktivitas membuat sumur, mengalirkan air, bagi masyarakat yang kesulitan akan semakin massif dalam kapasitas barunya sabagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Ditraktir Bonek
Saya beri sub judul “Bina Bonek”, sebab kisah berikut ini memang merupakan penggalan kisah lain dari kiprah Maruli. Ini tentang jejak Maruli di bidang pertanian dan peternakan. Sebuah kisah yang saya dapat dari seseorang bernama Utomo alias mas Bonek.