Breaking News

Akreditasi dan Sertifikasi Kebodohan

“Orang bijak berkata, ada enam ciri-ciri orang bodoh. Pertama marah tanpa sebab, kedua berbicara tanpa ada manfaatnya, ketiga memberikan sesuatu tidak pada tempatnya, keempat mengumbar rahasia kepada siapapun, kelima mudah percaya kepada siapapun, dan keenam tidak mampu membedakan mana teman dan mana musuh” (Syekh Nasr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarkandy, Tanbihul Ghafilin, [Dar al-Ilm] Halaman 77 seperti dikutip dari laman NU Online.

Nun jauh di sebuah negeri. Negeri itu terkenal dengan sejarah penaklukan dan perang dengan Kerajaan di sekitarnya.

Saking jauh dan luasnya wilayah perang dan daerah penaklukannya, mereka sampai tak sempat lagi pulang ke kerajaan semula, akhirnya Raja, Panglima, Para Cendekiawan dan para Prajurit tangguh, meninggal dan tertinggal di daerah penaklukan.

Mereka yang tinggal dan tersisa di wilayah kerajaan semula karena tidak ikut perang, kemudian menjadi raja dan pejabat kerajaan.

Tentunya karena “sisa-sisa” kualitas iman dan kecerdasannya berada di bawah para pendahulu mereka.

Hal ini dibuktikan dengan suatu peristiwa yang membuat geger negeri itu.

Syahdan pada suatu ketika, seorang pejabat kerajaan itu berbuat lancung bertindak rasuah dan merugikan kerajaan.

Dari penyidikan dan sidang pembuktian perkara yang dilakukan Qadhi Malikul Adil, terbuktilah perbuatan sang pejabat ini.

Dalam risalah dakwaan yang diterbitkan oleh kerajaan, di upload ke tembok pengumuman milik kerajaan dan di dinding rumah yang dapat diakses oleh semua warga masyarakatnya baik secara online maupun offline.

“Pejabat polan bin polan, mencuri uang dari kas kerajaan, kemudian, dianya memberikan uang tersebut kepada orang lain, tidak cukup hanya dengan itu, hartanya yang dia dapat dengan cara halal pun dia berikan kepada orang yang lainnya lagi, dengan tujuan, menutupi keharaman atas uang yang telah dia curi sebelumnya,” bunyi risalah dakwaan itu.

Kemudian, pejabat kerajaan itu ditahan sementara, sambil menunggu sidang putusan.

Di suatu ketika, di waktu yang telah ditentukan, Qadhi Malikul Adil kembali menyidangkan kasus tersebut.

Dalam sidang putusan final dan mengikat, hasilnya ternyata tidak sesuai harapan netizen.

Qadhi dalam amar putusannya mengatakan, “Atas nama keadilan yang berketuhanan yang maha Esa, terdakwa bernama polan bin polan, dinyatakan bebas murni dan semua haknya dipulihkan karena negara tidak memiliki landasan hukum yang dapat menghukum orang teramat bodoh”

Sontak hasil putusan tersebut membuat geram para pengunjung sidang dan masyarakat lainnya yang mengikuti persidangan tersebut dengan menggunakan teknologi zoom meeting.

Untuk menenangkan masyarakat dan pengunjung sidang, Sang Qadhi kemudian mengutip perkataan sahabat Rasulullah. “Umar bin Khattab pernah mengatakan bahwa kebaikan dari suatu harta ada tiga, yakni memberikan kepada kebenaran, mendapatkannya dengan cara yang benar, dan mencegahnya dari kebatilan,” kata Qadhi.

Qadhi melanjutkan, “Tidak ada satupun dari perkataan sahabat nabi tersebut yang dapat menjadi acuan dari perilaku si polan bin polan itu, maka dia layak dapat hukuman bebas murni”.

Masyarakat antara bingung dan tak mengerti dengan hasil putusan sidang itu, hanya mengangguk-angguk saja.

Dalam pikiran mereka, pejabat yang bebas murni itu, layak mendapatkan akreditasi kebodohan dan disertifikasi karena telah terbukti dengan kebodohannya, dia bisa bebas murni dari hukuman.

Editor: Mustawalad


Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari KEN NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca